Detail Berita


UU 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi. Sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Jasa Konstruksi diatur dengan UU tersendiri dan harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman. UU Jasa Konstruksi terbaru saat ini adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, karena belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi. UU tentang Jasa Konstruksi tahun 2017 disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 Januari 2017. UU No. 2 tahun 2017 diundangkan oleh Yasonna H. Laoly, Menkumham RI pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 11. Dan Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018 pada tanggal 12 Januari 2017 di Jakarta.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

Status

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

Pertimbangan

Latar belakang terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi adalah:

  1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. bahwa sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional;
  3. bahwa penyelenggaraan jasa konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum;
  4. bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi;

Dasar Hukum

Landasan hukum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Penjelasan Umum UU tentang Jasa Konstruksi

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut maka kegiatan pembangunan baik fisik maupun non fisik memiliki peranan yang penting bagi kesejahteraan masyarakat. Sektor Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.

Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, Jasa Konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan secara luas mendukung perekonomian nasional. Oleh karena penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum, sedangkan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi, maka perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan bidang Jasa Konstruksi.

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesionalitas, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan, kebebasan, pembangunan berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan. Undang-Undang ini mengatur penyelenggaraan Jasa Konstruksi dengan tujuan untuk memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstruksi yang berkualitas; mewujudkan tertib penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi; menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun; menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Pengaturan penyelenggaraan Jasa Konstruksi dalam Undang-Undang ini dilakukan beberapa penyesuaian guna mengakomodasi kebutuhan hukum yang terjadi dalam praktik empiris di masyarakat dan dinamika legislasi yang terkait dengan penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Berkembangnya sektor Jasa Konstruksi yang semakin kompleks dan semakin tingginya tingkat persaingan layanan Jasa Konstruksi baik di tingkat nasional maupun internasional membutuhkan payung hukum yang dapat menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha di bidang Jasa Konstruksi terutama pelindungan bagi Pengguna Jasa, Penyedia Jasa, tenaga kerja konstruksi, dan masyarakat Jasa Konstruksi.

Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, terdapat beberapa materi muatan yang diubah, ditambahkan, dan disempurnakan dalam Undang-Undang ini antara lain cakupan Jasa Konstruksi; kualifikasi usaha Jasa Konstruksi; pengembangan layanan usaha Jasa Konstruksi; pembagian tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaran Jasa Konstruksi; penguatan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; pengaturan tenaga kerja konstruksi yang komprehensif baik tenaga kerja konstruksi lokal maupun asing; dibentuknya sistem informasi Jasa Kontruksi yang terintegrasi; dan perubahan paradigma kelembagaan sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat Jasa Konstruksi dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; serta penghapusan ketentuan pidana dengan menekankan pada sanksi administratif dan aspek keperdataan dalam hal terjadi sengketa antar para pihak. Untuk menjamin keberlanjutan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Undang-Undang ini juga mengatur bahwa terhadap adanya dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran oleh Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa, proses pemeriksaan hukum dilakukan dengan tidak mengganggu atau menghentikan proses penyelenggaran Jasa Konstruksi. Dalam hal dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran terkait dengan kerugian negara, pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari lembaga negara yang berwenang.

Secara umum materi muatan dalam Undang-Undang ini meliputi tanggung jawab dan kewenangan; usaha Jasa Konstruksi; penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi; keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan konstruksi; tenaga kerja konstruksi; pembinaan; sistem informasi Jasa Konstruksi; partisipasi masyarakat; penyelesaian sengketa; sanksi administratif; dan ketentuan peralihan.

Tanggung jawab dan kewenangan mengatur tentang pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah. Dalam pengaturan usaha Jasa Konstruksi diatur mengenai struktur usaha Jasa Konstruksi, segmentasi pasar Jasa Konstruksi; persyaratan usaha Jasa Konstruksi; badan usaha Jasa Konstruksi dan usaha perseorangan Jasa Konstruksi asing; pengembangan jenis usaha Jasa Konstruksi yakni Usaha Penyediaan Bangunan; dan pengembangan usaha berkelanjutan.

Selanjutnya Undang-Undang ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang memuat penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan. Penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa Kontruksi, sedangkan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan dapat dikerjakan sendiri atau melalui perjanjian penyediaan bangunan. Pentingnya pemenuhan standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan Konstruksi oleh Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dimaksudkan untuk mencegah terjadinya Kegagalan Bangunan.

Penguatan sumber daya manusia Jasa Konstruksi dalam rangka menghadapi persaingan global membutuhkan penguatan secara regulasi. Undang-Undang ini mengatur mengenai klasifikasi dan kualifikasi; pelatihan tenaga kerja konstruksi; sertifikasi kompetensi kerja; registrasi pengalaman profesional; upah tenaga kerja konstruksi; dan pengaturan tenaga kerja konstruksi asing serta tanggung jawab profesi.

Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pemerintah Pusat melakukan pembinaan yang mencakup penetapan kebijakan, penyelenggaran kebijakan, pemantauan dan evaluasi, serta penyelenggaraan pemberdayaan terhadap Pemerintah Daerah. Selain itu diatur tentang pendanaan, pelaporan, dan pengawasannya. Untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan terintegrasi dibentuk suatu sistem informasi Jasa Konstruksi yang terintegrasi dan dikelola oleh Pemerintah Pusat.

Untuk mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pemerintah Pusat dapat mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi dalam menyelenggarakan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan melalui satu lembaga yang dibentuk oleh Menteri, yang unsur- unsurnya ditetapkan setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Dalam hal terjadi sengketa antar para pihak, Undang-Undang ini mengedepankan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Terhadap pelanggaran administratif dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administratif, sedangkan untuk menghindari kekosongan hukum Undang-Undang ini mengatur bahwa lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tetap menjalankan tugas sertifikasi dan registrasi terhadap badan usaha dan tenaga kerja konstruksi sampai terbentuknya lembaga yang dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Isi UU Jasa Konstruksi

Isi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (bukan format asli):

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi.
  2. Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.
  3. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
  4. Usaha Penyediaan Bangunan adalah pengembangan jenis usaha jasa konstruksi yang dibiayai sendiri oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, atau masyarakat, dan dapat melalui pola kerja sama untuk mewujudkan, memiliki, menguasai, mengusahakan, dan/atau meningkatkan kemanfaatan bangunan.
  5. Pengguna Jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan Jasa Konstruksi.
  6. Penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi.
  7. Subpenyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi kepada Penyedia Jasa.
  8. Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
  9. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan adalah pedoman teknis keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, dan perlindungan sosial tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
  10. Kegagalan Bangunan adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil Jasa Konstruksi.
  11. Sertifikat Badan Usaha adalah tanda bukti pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi termasuk hasil penyetaraan kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi asing.
  12. Sertifikasi Kompetensi Kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional, dan/atau standar khusus.
  13. Sertifikat Kompetensi Kerja adalah tanda bukti pengakuan kompetensi tenaga kerja konstruksi.
  14. Tanda Daftar Usaha Perseorangan adalah izin yang diberikan kepada usaha orang perseorangan untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi.
  15. Izin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi.
  16. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  17. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jasa Konstruksi.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi berlandaskan pada asas:

  1. kejujuran dan keadilan;
  2. manfaat;
  3. kesetaraan;
  4. keserasian;
  5. keseimbangan;
  6. profesionalitas;
  7. kemandirian;
  8. keterbukaan;
  9. kemitraan;
  10. keamanan dan keselamatan;
  11. kebebasan;
  12. pembangunan berkelanjutan; dan
  13. wawasan lingkungan.

Pasal 3

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi bertujuan untuk:

  1. memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstruksi yang berkualitas;
  2. mewujudkan ketertiban penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi;
  4. menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun;
  5. menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan
  6. menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

BAB III
TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN

Bagian Kesatu
Tanggung Jawab

Pasal 4

  1. Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas:
    1. meningkatnya kemampuan dan kapasitas usaha Jasa Konstruksi nasional;
    2. terciptanya iklim usaha yang kondusif, penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang transparan, persaingan usaha yang sehat, serta jaminan kesetaraan hak dan kewajiban antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa;
    3. terselenggaranya Jasa Konstruksi yang sesuai dengan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan;
    4. meningkatnya kompetensi, profesionalitas, dan produktivitas tenaga kerja konstruksi nasional;
    5. meningkatnya kualitas penggunaan material dan peralatan konstruksi serta teknologi konstruksi dalam negeri;
    6. meningkatnya partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi; dan
    7. tersedianya sistem informasi Jasa Konstruksi.
  2. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri, berkoordinasi dengan menteri teknis terkait.

Bagian Kedua
Kewenangan

Paragraf 1
Kewenangan Pemerintah Pusat

Pasal 5

  1. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan struktur usaha Jasa Konstruksi;
    2. mengembangkan sistem persyaratan usaha Jasa Konstruksi;
    3. menyelenggarakan registrasi badan usaha Jasa Konstruksi;
    4. menyelenggarakan akreditasi bagi asosiasi perusahaan Jasa Konstruksi dan asosiasi yang terkait dengan rantai pasok Jasa Konstruksi;
    5. menyelenggarakan pemberian lisensi bagi lembaga yang melaksanakan sertifikasi badan usaha;
    6. mengembangkan sistem rantai pasok Jasa Konstruksi;
    7. mengembangkan sistem permodalan dan sistem penjaminan usaha Jasa Konstruksi;
    8. memberikan dukungan dan pelindungan bagi pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional dalam mengakses pasar Jasa Konstruksi internasional;
    9. mengembangkan sistem pengawasan tertib usaha Jasa Konstruksi;
    10. menyelenggarakan penerbitan izin perwakilan badan usaha asing dan Izin Usaha dalam rangka penanaman modal asing;
    11. menyelenggarakan pengawasan tertib usaha Jasa Konstruksi asing dan Jasa Konstruksi kualifikasi besar;
    12. menyelenggarakan pengembangan layanan usaha Jasa Konstruksi;
    13. mengumpulkan dan mengembangkan sistem informasi yang terkait dengan pasar Jasa Konstruksi di negara yang potensial untuk pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional;
    14. mengembangkan sistem kemitraan antara usaha Jasa Konstruksi nasional dan internasional;
    15. menjamin terciptanya persaingan yang sehat dalam pasar Jasa Konstruksi;
    16. mengembangkan segmentasi pasar Jasa Konstruksi nasional;
    17. memberikan pelindungan hukum bagi pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional yang mengakses pasar Jasa Konstruksi internasional; dan
    18. menyelenggarakan registrasi pengalaman badan usaha.
  2. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan sistem pemilihan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
    2. mengembangkan Kontrak Kerja Konstruksi yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa;
    3. mendorong digunakannya alternatif penyelesaian sengketa penyelenggaraan Jasa Konstruksi di luar pengadilan; dan
    4. mengembangkan sistem kinerja Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
  3. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
    2. menyelenggarakan pengawasan penerapan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan Jasa Konstruksi oleh badan usaha Jasa Konstruksi;
    3. menyelenggarakan registrasi penilai ahli; dan
    4. menetapkan penilai ahli yang teregistrasi dalam hal terjadi Kegagalan Bangunan.
  4. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan standar kompetensi kerja dan pelatihan Jasa Konstruksi;
    2. memberdayakan lembaga pendidikan dan pelatihan kerja konstruksi nasional;
    3. menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja konstruksi strategis dan percontohan;
    4. mengembangkan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja konstruksi;
    5. menetapkan standar remunerasi minimal bagi tenaga kerja konstruksi;
    6. menyelenggarakan pengawasan sistem sertifikasi, pelatihan, dan standar remunerasi minimal bagi tenaga kerja konstruksi;
    7. menyelenggarakan akreditasi bagi asosiasi profesi dan lisensi bagi lembaga sertifikasi profesi;
    8. menyelenggarakan registrasi tenaga kerja konstruksi;
    9. menyelenggarakan registrasi pengalaman profesional tenaga kerja konstruksi serta lembaga pendidikan dan pelatihan kerja di bidang konstruksi;
    10. menyelenggarakan penyetaraan tenaga kerja konstruksi asing; dan
    11. membentuk lembaga sertifikasi profesi untuk melaksanakan tugas sertifikasi kompetensi kerja yang belum dapat dilakukan lembaga sertifikasi profesi yang dibentuk oleh asosiasi profesi atau lembaga pendidikan dan pelatihan.
  5. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan standar material dan peralatan konstruksi, serta inovasi teknologi konstruksi; b. mengembangkan skema kerja sama antara institusi penelitian dan pengembangan dan seluruh pemangku kepentingan Jasa Konstruksi; c. menetapkan pengembangan teknologi prioritas; d. memublikasikan material dan peralatan konstruksi serta teknologi konstruksi dalam negeri kepada seluruh pemangku kepentingan, baik nasional maupun internasional; e. menetapkan dan meningkatkan penggunaan standar mutu material dan peralatan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia; f. melindungi kekayaan intelektual atas material dan peralatan konstruksi serta teknologi konstruksi hasil penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan g. membangun sistem rantai pasok material, peralatan, dan teknologi konstruksi.
  6. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. meningkatkan partisipasi masyarakat yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam pengawasan penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
    2. meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat Jasa Konstruksi;
    3. memfasilitasi penyelenggaraan forum Jasa Konstruksi sebagai media aspirasi masyarakat Jasa Konstruksi;
    4. memberikan dukungan pembiayaan terhadap penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi Kerja; dan
    5. meningkatkan partisipasi masyarakat yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam Usaha Penyediaan Bangunan.
  7. Dukungan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.
  8. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan sistem informasi Jasa Konstruksi nasional; dan
    2. mengumpulkan data dan informasi Jasa Konstruksi nasional dan internasional.

Pasal 6

  1. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:
    1. memberdayakan badan usaha Jasa Konstruksi;
    2. menyelenggarakan pengawasan proses pemberian Izin Usaha nasional;
    3. menyelenggarakan pengawasan tertib usaha Jasa Konstruksi di provinsi;
    4. menyelenggarakan pengawasan sistem rantai pasok konstruksi di provinsi; dan
    5. memfasilitasi kemitraan antara badan usaha Jasa Konstruksi di provinsi dengan badan usaha dari luar provinsi.
  2. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:
    1. menyelenggarakan pengawasan pemilihan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
    2. menyelenggarakan pengawasan Kontrak Kerja Konstruksi; dan
    3. menyelenggarakan pengawasan tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan Jasa Konstruksi di provinsi.
  3. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan menyelenggarakan pengawasan penerapan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan Jasa Konstruksi oleh badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi kecil dan menengah.
  4. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan menyelenggarakan pengawasan:
    1. sistem Sertifikasi Kompetensi Kerja;
    2. pelatihan tenaga kerja konstruksi; dan
    3. upah tenaga kerja konstruksi.
  5. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:
    1. menyelenggarakan pengawasan penggunaan material, peralatan, dan teknologi konstruksi;
    2. memfasilitasi kerja sama antara institusi penelitian dan pengembangan Jasa Konstruksi dengan seluruh pemangku kepentingan Jasa Konstruksi;
    3. memfasilitasi pengembangan teknologi prioritas;
    4. menyelenggarakan pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumber material konstruksi; dan
    5. meningkatkan penggunaan standar mutu material dan peralatan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
  6. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:
    1. memperkuat kapasitas kelembagaan masyarakat Jasa Konstruksi provinsi;
    2. meningkatkan partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam pengawasan penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi; dan
    3. meningkatkan partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam usaha penyediaan bangunan.
  7. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan mengumpulkan data dan informasi Jasa Konstruksi di provinsi.

Paragraf 2
Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi

Pasal 7

Kewenangan Pemerintah Daerah provinsi pada sub-urusan Jasa Konstruksi meliputi:

  1. penyelenggaraan pelatihan tenaga ahli konstruksi; dan
  2. penyelenggaraan sistem informasi Jasa Konstruksi cakupan daerah provinsi.

Paragraf 3
Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 8

Kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota pada sub-urusan Jasa Konstruksi meliputi:

  1. penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil konstruksi;
  2. penyelenggaraan sistem informasi Jasa Konstruksi cakupan daerah kabupaten/kota;
  3. penerbitan Izin Usaha nasional kualifikasi kecil, menengah, dan besar; dan
  4. pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan Jasa Konstruksi.

Pasal 9

Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat melibatkan masyarakat Jasa Konstruksi.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 9 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IV
USAHA JASA KONSTRUKSI

Bagian Kesatu
Struktur Usaha Jasa Konstruksi

Paragraf 1
Umum

Pasal 11

Struktur usaha Jasa Konstruksi meliputi:

  1. jenis, sifat, klasifikasi, dan layanan usaha; dan
  2. bentuk dan kualifikasi usaha.

Paragraf 2
Jenis, Sifat, Klasifikasi, dan Layanan Usaha

Pasal 12

Jenis usaha Jasa Konstruksi meliputi:

  1. usaha jasa Konsultansi Konstruksi;
  2. usaha Pekerjaan Konstruksi; dan
  3. usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi.

Pasal 13

  1. Sifat usaha jasa Konsultansi Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a meliputi:
    1. umum; dan
    2. spesialis.
  2. Klasifikasi usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain:
    1. arsitektur;
    2. rekayasa;
    3. rekayasa terpadu; dan
    4. arsitektur lanskap dan perencanaan wilayah.
  3. Klasifikasi usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:
    1. konsultansi ilmiah dan teknis; dan
    2. pengujian dan analisis teknis.
  4. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
    1. pengkajian;
    2. perencanaan;
    3. perancangan;
    4. pengawasan; dan/atau
    5. manajemen penyelenggaraan konstruksi.
  5. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
    1. survei;
    2. pengujian teknis; dan/atau
    3. analisis.

Pasal 14

  1. Sifat usaha Pekerjaan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b meliputi:
    1. umum ; dan
    2. spesialis.
  2. Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
    1. bangunan gedung; dan
    2. bangunan sipil.
  3. Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:
    1. instalasi;
    2. konstruksi khusus;
    3. konstruksi prapabrikasi;
    4. penyelesaian bangunan; dan
    5. penyewaan peralatan.
  4. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
    1. pembangunan;
    2. pemeliharaan;
    3. pembongkaran; dan/atau
    4. pembangunan kembali.
  5. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pekerjaan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lainnya.

Pasal 15

  1. Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c meliputi:
    1. bangunan gedung; dan
    2. bangunan sipil.
  2. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. rancang bangun; dan
    2. perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.

Pasal 16

Perubahan atas klasifikasi dan layanan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 dilakukan dengan memperhatikan perubahan klasifikasi produk konstruksi yang berlaku secara internasional dan perkembangan layanan usaha Jasa Konstruksi.

Pasal 17

  1. Kegiatan usaha Jasa Konstruksi didukung dengan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi.
  2. Sumber daya konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan berasal dari produksi dalam negeri.

Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, sifat, klasifikasi, layanan usaha, perubahan atas klasifikasi dan layanan usaha, dan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 17 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 3
Bentuk dan Kualifikasi Usaha

Pasal 20

Usaha Jasa Konstruksi berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

Pasal 20

  1. Kualifikasi usaha bagi badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 terdiri atas:
    1. kecil;
    2. menengah; dan
    3. besar.
  2. Penetapan kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penilaian terhadap:
    1. penjualan tahunan;
    2. kemampuan keuangan;
    3. ketersediaan tenaga kerja konstruksi; dan
    4. kemampuan dalam penyediaan peralatan konstruksi.
  3. Kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan batasan kemampuan usaha dan segmentasi pasar usaha Jasa Konstruksi.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Segmentasi Pasar Jasa Konstruksi

Pasal 21

  1. Usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a hanya dapat menyelenggarakan Jasa Konstruksi pada segmen pasar yang:
    1. berisiko kecil;
    2. berteknologi sederhana; dan
    3. berbiaya kecil.
  2. Usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya.

Pasal 22

Badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b hanya dapat menyelenggarakan Jasa Konstruksi pada segmen pasar yang:

  1. berisiko sedang;
  2. berteknologi madya; dan/atau
  3. berbiaya sedang.

Pasal 23

Badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c yang berbadan hukum dan perwakilan usaha Jasa Konstruksi asing hanya dapat menyelenggarakan Jasa Konstruksi pada segmen pasar yang:

  1. berisiko besar;
  2. berteknologi tinggi; dan/atau
  3. berbiaya besar.

Pasal 24

  1. Dalam hal penyelenggaraan Jasa Konstruksi menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah serta memenuhi kriteria berisiko kecil sampai dengan sedang, berteknologi sederhana sampai dengan madya, dan berbiaya kecil sampai dengan sedang, Pemerintah Daerah provinsi dapat membuat kebijakan khusus.
  2. Kebijakan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. kerja sama operasi dengan badan usaha Jasa Konstruksi daerah; dan/atau
    2. penggunaan Subpenyedia Jasa daerah.

Pasal 25

Ketentuan lebih lanjut mengenai segmentasi pasar serta kriteria risiko, teknologi, dan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Persyaratan Usaha Jasa Konstruksi

Paragraf 1
Umum

Pasal 26

  1. Setiap usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang akan memberikan layanan Jasa Konstruksi wajib memiliki Tanda Daftar Usaha Perseorangan.
  2. Setiap badan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang akan memberikan layanan Jasa Konstruksi wajib memiliki Izin Usaha.

Paragraf 2
Tanda Daftar Usaha Perseorangan dan Izin Usaha

Pasal 27

Tanda Daftar Usaha Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada usaha orang perseorangan yang berdomisili di wilayahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 28

Izin Usaha sebagaimana dimasud dalam Pasal 26 ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada badan usaha yang berdomisili di wilayahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 29

  1. Izin Usaha dan Tanda Daftar Usaha Perseorangan berlaku untuk melaksanakan kegiatan usaha Jasa Konstruksi di seluruh wilayah Republik Indonesia.
  2. Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 membentuk peraturan di daerah mengenai Izin Usaha dan Tanda Daftar Usaha Perseorangan.

Paragraf 3
Sertifikat Badan Usaha

Pasal 30

  1. Setiap badan usaha yang mengerjakan Jasa Konstruksi wajib memiliki Sertifikat Badan Usaha.
  2. Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan melalui suatu proses sertifikasi dan registrasi oleh Menteri.
  3. Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    1. jenis usaha;
    2. sifat usaha;
    3. klasifikasi usaha; dan
    4. kualifikasi usaha.
  4. Untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha Jasa Konstruksi mengajukan permohonan kepada Menteri melalui lembaga Sertifikasi Badan Usaha yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha terakreditasi.
  5. Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Menteri kepada asosiasi badan usaha yang memenuhi persyaratan:
    1. jumlah dan sebaran anggota;
    2. pemberdayaan kepada anggota;
    3. pemilihan pengurus secara demokratis;
    4. sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah; dan
    5. pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
  6. Setiap asosiasi badan usaha yang mendapatkan akreditasi wajib menjalankan kewajiban yang diatur dalam Peraturan Menteri.
  7. Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan registrasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan akreditasi asosiasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.

Paragraf 4
Tanda Daftar Pengalaman

Pasal 31

  1. Untuk mendapatkan pengakuan pengalaman usaha, setiap badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi menengah dan besar harus melakukan registrasi pengalaman kepada Menteri.
  2. Registrasi pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan tanda daftar pengalaman.
  3. Tanda daftar pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
    1. nama paket pekerjaan;
    2. Pengguna Jasa;
    3. tahun pelaksanaan pekerjaan;
    4. nilai pekerjaan; dan
    5. kinerja Penyedia Jasa.
  4. Pengalaman yang diregistrasi ke dalam tanda daftar pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pengalaman menyelenggarakan Jasa Konstruksi yang sudah melalui proses serah terima.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing dan
Usaha Perseorangan Jasa Konstruksi Asing

Pasal 32

Badan usaha Jasa Konstruksi Asing atau usaha perseorangan Jasa Konstruksi asing yang akan melakukan usaha Jasa Konstruksi di wilayah Indonesia wajib membentuk:

  1. kantor perwakilan; dan/atau
  2. badan usaha berbadan hukum Indonesia melalui kerja sama modal dengan badan usaha Jasa Konstruksi nasional.

Pasal 33

  1. Kantor perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a wajib:
    1. berbentuk badan usaha dengan kualifikasi yang setara dengan kualifikasi besar;
    2. memiliki izin perwakilan badan usaha Jasa Konstruksi asing;
    3. membentuk kerja sama operasi dengan badan usaha Jasa Konstruksi nasional berkualifikasi besar yang memiliki Izin Usaha dalam setiap kegiatan usaha Jasa Konstruksi di Indonesia;
    4. mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja Indonesia daripada tenaga kerja asing;
    5. menempatkan warga negara Indonesia sebagai pimpinan tertinggi kantor perwakilan;
    6. mengutamakan penggunaan material dan teknologi konstruksi dalam negeri;
    7. memiliki teknologi tinggi, mutakhir, efisien, berwawasan lingkungan, serta memperhatikan kearifan lokal;
    8. melaksanakan proses alih teknologi; dan
    9. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Izin perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Kerja sama operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan prinsip kesetaraan kualifikasi, kesamaan layanan, dan tanggung renteng.

Pasal 34

  1. Ketentuan mengenai kerja sama modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Badan usaha Jasa Konstruksi yang dibentuk dalam rangka kerja sama modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b harus memenuhi persyaratan kualifikasi besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c.
  3. Badan usaha Jasa Konstruksi yang dibentuk dalam rangka kerja sama modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki Izin Usaha.
  4. Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin perwakilan, tata cara kerja sama operasi, dan penggunaan lebih banyak tenaga kerja Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan pemberian Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kelima
Pengembangan Usaha Jasa Konstruksi

Pasal 36

  1. Pengembangan jenis usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dapat dilakukan melalui Usaha Penyediaan Bangunan.
  2. Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Usaha Penyediaan Bangunan gedung dan Usaha Penyediaan Bangunan sipil.
  3. Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai melalui investasi yang bersumber dari:
    1. Pemerintah Pusat;
    2. Pemerintah Daerah;
    3. badan usaha; dan/atau
    4. masyarakat.
  4. Perizinan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.

Bagian Keenam
Pengembangan Usaha Berkelanjutan

Pasal 37

  1. Setiap badan usaha Jasa Konstruksi harus melakukan pengembangan usaha berkelanjutan.
  2. Pengembangan usaha berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
    1. meningkatkan tata kelola usaha yang baik; dan
    2. memiliki tanggung jawab profesional termasuk tanggung jawab badan usaha terhadap masyarakat.
  3. Pengembangan usaha berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh asosiasi badan usaha Jasa Konstruksi.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan usaha berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB V
PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 38

  1. Penyelenggaraan Jasa Konstruksi terdiri atas penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan.
  2. Penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa Kontruksi.
  3. Penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau melalui perjanjian penyediaan bangunan.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi yang dikerjakan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.

Bagian Kedua
Pengikatan Jasa Konstruksi

Paragraf 1
Pengikatan Para Pihak

Pasal 39

  1. Para pihak dalam pengikatan Jasa Konstruksi terdiri atas:
    1. Pengguna Jasa; dan
    2. Penyedia Jasa.
  2. Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
    1. orang perseorangan; atau
    2. badan.
  3. Pengikatan hubungan kerja Jasa Konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

Pasal 40

Ketentuan mengenai pengikatan di antara para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hukum keperdataan kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Paragraf 2
Pemilihan Penyedia Jasa

Pasal 41

Pemilihan Penyedia Jasa hanya dapat diikuti oleh Penyedia Jasa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 34.

Pasal 42

  1. Pemilihan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang menggunakan sumber pembiayaan dari keuangan Negara dilakukan dengan cara tender atau seleksi, pengadaan secara elektronik, penunjukan langsung, dan pengadaan langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Tender atau seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui prakualifikasi, pascakualifikasi, dan tender cepat.
  3. Pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa yang sudah tercantum dalam katalog.
  4. Penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
    1. penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat;
    2. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh Penyedia Jasa yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak;
    3. pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara;
    4. pekerjaan yang berskala kecil; dan/atau
    5. kondisi tertentu.
  5. Pengadaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk paket dengan nilai tertentu.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e dan nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 43

  1. Pemilihan Penyedia Jasa dan penetapan Penyedia Jasa dalam pengikatan hubungan kerja Jasa Konstruksi dilakukan dengan mempertimbangkan:
    1. kesesuaian antara bidang usaha dan ruang lingkup pekerjaan;
    2. kesetaraan antara kualifikasi usaha dan beban kerja;
    3. kinerja Penyedia Jasa; dan
    4. pengalaman menghasilkan produk konstruksi sejeni
  2. Dalam hal pemilihan penyedia layanan jasa Konsultansi Konstruksi yang menggunakan tenaga kerja konstruksi pada jenjang jabatan ahli, Pengguna Jasa harus memperhatikan standar remunerasi minimal.
  3. Standar remunerasi minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 44

Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dilarang menggunakan Penyedia Jasa yang terafiliasi pada pembangunan untuk kepentingan umum tanpa melalui tender atau seleksi, atau pengadaan secara elektronik.

Pasal 45

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan Penyedia Jasa dan penetapan Penyedia Jasa dalam hubungan kerja Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 44 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 3
Kontrak Kerja Konstruksi

Pasal 46

  1. Pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  2. Bentuk Kontrak Kerja Konstruksi dapat mengikuti perkembangan kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 47

  1. Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:
    1. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;
    2. rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
    3. masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;
    4. hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh hasil Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;
    5. penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat;
    6. cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya jaminan atas pembayaran;
    7. wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
    8. penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;
    9. pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;
    10. keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
    11. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;
    12. pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
    13. pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
    14. aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan;
    15. jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan
    16. pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.
  2. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontrak Kerja Konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.

Pasal 48

Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Kontrak Kerja Konstruksi:

  1. untuk layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak kekayaan intelektual;
  2. untuk kegiatan pelaksanaan layanan Jasa Konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang Subpenyedia Jasa serta pemasok bahan, komponen bangunan, dan/atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku; dan
  3. yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih teknologi.

Pasal 49

Ketentuan mengenai Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 berlaku juga dalam Kontrak Kerja Konstruksi antara Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa.

Pasal 50

  1. Kontrak Kerja Konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia.
  2. Dalam hal Kontrak Kerja Konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
  3. Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan Kontrak Kerja Konstruksi dalam bahasa Indonesia.

Pasal 51

Ketentuan lebih lanjut mengenai Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Pengelolaan Jasa Konstruksi

Paragraf 1
Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa

Pasal 52

Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus:

  1. sesuai dengan perjanjian dalam kontrak;
  2. memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan; dan
  3. mengutamakan warga negara Indonesia sebagai pimpinan tertinggi organisasi proyek.

Pasal 53

  1. Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, pekerjaan utama hanya dapat diberikan kepada Subpenyedia Jasa yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14.
  2. Pemberian pekerjaan utama kepada Subpenyedia Jasa yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan Pengguna Jasa.
  3. Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa dengan kualifikasi menengah dan/atau besar mengutamakan untuk memberikan pekerjaan penunjang kepada Subpenyedia Jasa dengan kualifikasi kecil.
  4. Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa wajib memenuhi hak dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

Pasal 54

  1. Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa dan/atau Subpenyedia Jasa wajib menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan tepat waktu sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  2. Penyedia Jasa dan/atau Subpenyedia Jasa yang tidak menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan/atau tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

Paragraf 2
Pembiayaan Jasa Konstruksi

Pasal 55

  1. Pengguna Jasa bertanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  2. Biaya Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari dana Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, dan/atau masyarakat.
  3. Tanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan:
    1. kemampuan membayar; dan/atau
    2. komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi.
  4. Kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibuktikan dengan dokumen dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank, dokumen ketersediaan anggaran, atau dokumen lain yang disepakati dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  5. Komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b didukung dengan jaminan melalui perjanjian kerja sama.

Pasal 56

  1. Dalam hal tanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi dibuktikan dengan kemampuan membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf a, Pengguna Jasa wajib melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan Penyedia Jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu.
  2. Pengguna Jasa yang tidak menjamin ketersediaan biaya dan tidak melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan Penyedia Jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  3. Dalam hal tanggung jawab atas layanan Jasa Konstruksi yang dilakukan melalui komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa harus mengetahui risiko mekanisme komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi dan memastikan fungsionalitas produk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57

  1. Dalam pemilihan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Penyedia Jasa menyerahkan jaminan kepada Pengguna Jasa untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dipersyaratkan dalam dokumen pemilihan Penyedia Jasa.
  2. Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
    1. jaminan penawaran;
    2. jaminan pelaksanaan;
    3. jaminan uang muka;
    4. jaminan pemeliharaan; dan/atau
    5. jaminan sanggah banding.
  3. Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat dicairkan tanpa syarat sebesar nilai yang dijaminkan dan dalam batas waktu tertentu setelah pernyataan Pengguna Jasa atas wanprestasi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa.
  4. Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikeluarkan oleh lembaga perbankan, perusahaan asuransi, dan/atau perusahaan penjaminan dalam bentuk bank garansi dan/atau perjanjian terikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Perubahan atas jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan dinamika perkembangan penyelenggaraan Jasa Konstruksi baik nasional maupun internasional.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perubahan atas jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Presiden.

Bagian Keempat
Perjanjian Penyediaan Bangunan

Pasal 58

  1. Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau oleh pihak lain.
  2. Dalam hal dikerjakan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan dilakukan melalui perjanjian penyediaan bangunan.
  3. Para pihak dalam perjanjian penyediaan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
    1. pihak pertama sebagai pemilik bangunan; dan
    2. pihak kedua sebagai penyedia bangunan.
  4. Para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
    1. orang perseorangan; atau
    2. badan.
  5. Penyediaan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kerja sama Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dengan badan usaha dan/atau masyarakat.
  6. Dalam perjanjian penyediaan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus dilakukan oleh Penyedia Jasa.
  7. Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian penyediaan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.

BAB VI
KEAMANAN, KESELAMATAN, KESEHATAN,
DAN KEBERLANJUTAN KONSTRUKSI

Bagian Kesatu
Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan

Pasal 59

  1. Dalam setiap penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa wajib memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan.
  2. Dalam memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa harus memberikan pengesahan atau persetujuan atas:
    1. hasil pengkajian, perencanaan, dan/atau perancangan;
    2. rencana teknis proses pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran, dan/atau pembangunan kembali;
    3. pelaksanaan suatu proses pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran, dan/atau pembangunan kembali;
    4. penggunaan material, peralatan dan/atau teknologi; dan/atau
    5. hasil layanan Jasa Konstruksi.
  3. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
    1. standar mutu bahan;
    2. standar mutu peralatan;
    3. standar keselamatan dan kesehatan kerja;
    4. standar prosedur pelaksanaan Jasa Konstruksi;
    5. standar mutu hasil pelaksanaan Jasa Konstruksi;
    6. standar operasi dan pemeliharaan;
    7. pedoman pelindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
    8. standar pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan untuk setiap produk Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh menteri teknis terkait sesuai dengan kewenangannya.
  5. Dalam menyusun Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan untuk setiap produk Jasa Konstruksi, menteri teknis terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan kondisi geografis yang rawan gempa dan kenyamanan lingkungan terbangun.

Bagian Kedua
Kegagalan Bangunan

Paragraf 1
Umum

Pasal 60

  1. Dalam hal penyelenggaraan Jasa Konstruksi tidak memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap Kegagalan Bangunan.
  2. Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penilai ahli.
  3. Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
  4. Menteri harus menetapkan penilai ahli dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya Kegagalan Bangunan.

Paragraf 2
Penilai Ahli

Pasal 61

  1. Penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) harus:
    1. memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja pada jenjang jabatan ahli di bidang yang sesuai dengan klasifikasi produk bangunan yang mengalami Kegagalan Bangunan;
    2. memiliki pengalaman sebagai perencana, pelaksana, dan/atau pengawas pada Jasa Konstruksi sesuai dengan klasifikasi produk bangunan yang mengalami Kegagalan Bangunan; dan
    3. terdaftar sebagai penilai ahli di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jasa Konstruksi.
  2. Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas antara lain:
    1. menetapkan tingkat kepatuhan terhadap Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
    2. menetapkan penyebab terjadinya Kegagalan Bangunan;
    3. menetapkan tingkat keruntuhan dan/atau tidak berfungsinya bangunan;
    4. menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan;
    5. melaporkan hasil penilaiannya kepada Menteri dan instansi yang mengeluarkan izin membangun, paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pelaksanaan tugas; dan
    6. memberikan rekomendasi kebijakan kepada Menteri dalam rangka pencegahan terjadinya Kegagalan Bangunan.

Pasal 62

  1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) penilai ahli dapat berkoordinasi dengan pihak berwenang yang terkait.
  2. Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib bekerja secara profesional dan tidak menjadi bagian dari salah satu pihak.

Pasal 63

Penyedia Jasa wajib menggant atau memperbaiki Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 aya

Kembali