JAKARTA - Kewajiban penggunakan produk lokal pada proyek properti dan konstruksi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dapat dijadikan peluang bagi para pelaku usaha. Khususnya di sektor industri baja ringan nasional , agar dapat bangkit di tahun 2021 ini. Dengan demikian, ancaman gelombang PHK terhadap para pekerja di sektor baja dapat ditekan.
Mulai tahun ini, penggunaan barang impor akan dilarang dalam seluruh proyek property dan konstruksi yang ada di bawah Kementerian PUPR. Dengan belanja produk dalam negeri dan menekan impor, pemulihan ekonomi diharapkan bisa dipercepat.
Tak hanya itu, dengan skema padat karya yang dirancang untuk program ini, penyerapan tenaga kerja juga bisa ditingkatkan. Langkah ini pun mendapat apresiasi dan dukungan dari banyak pihak. Salah satunya datang dari pelaku usaha industri baja ringan tanah air.
Vice President Tatalogam Group, Stephanus Koeswandi menerangkan, sejak pandemi covid-19 berlangsung hingga saat ini, belum ada satupun pekerja di perusahannya yang dirumahkan. Namun ia mengakui, bukan hal mudah untuk bertahan di masa sulit seperti sekarang ini.
Karenanya, selain dukungan pemerintah, para pelaku usaha juga harus melakukan inovasi-inovasi baru agar dapat bersaing dengan produk impor sehingga kualitas produksi meningkat. Untuk itu, jaminan kualitas produk yang sudah mengantungi sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) serta peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam setiap proyek infrastruktur diharapkan mampu menghalau penggunaan baja impor.
Sebagai salah satu produsen nasional baja lapis aluminium seng dengan merek dagang Nexalume dan rangka atap baja ringan dengan merek dagang Taso dan Sakura Roof, Tatalogam Group menyadari betul pentingnya hal itu. Tak salah jika semua produk-produk yang dihasilkan Tatalogam Group sudah memenuhi syarat-syarat tersebut.
Bahkan untuk menciptakan produk lokal yang berkelanjutan menurut lingkungan kondisi Indonesia, produk baja lapis aluminium seng Nexalume yang diproduksi anak usaha Tatalogam Group yaitu PT Tata Metal Lestari, kini juga telah mengantungi sertifikat Green Label Indonesia dengan Level Gold dari Green Product Council Indonesia (GPCI).
Green Label ini menandakan bahwa produk nexalume yang menjadi bahan baku produk turunan lain mereka seperti Taso dan Sakura Roof, adalah produk yang ramah lingkungan serta dapat mengurangi dampak negatif lingkungan.
“Green label pada dasarnya memang salah satu kebijakan negara untuk menumbuhkan industri yang berbasis ramah lingkungan, support dalam pembangunan infrastruktur yang sedang berjalan. Kami masih terus berupaya ikut bergerak mewujudkan tujuan Sustainable Development Goal (SDGs) yang ke 12 yaitu produksi dan konsumsi yang berkelanjutan. Karena itu kami juga terus berupaya untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan mengedukasi masyarakat untuk menggunakan produk ramah lingkungan,” terang Stephanus melalui sambungan telephone.
Di tempat terpisah, upaya perlindungan terhadap industry baja nasional dari serbuan baja impor yang dilakukan Kementerian PUPR dalam proyek property dan konstruksi juga mendapat dukungan dari serikat buruh.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, saat ini ada 100 ribu pekerja yang bernaung di industry baja. Mereka kini terancam PHK karena dampak masifnya serbuan baja impor yang masuk ke Indonesia.
“Setiap Negara tentu akan melakukan segala daya upayanya untuk menyelamatkan ekonomi nasional. Australia pun melakukan proteksi, perlindungan terhadap industry nasionalnya, di sektor pertambangan, termasuk baja. Amerika pun melakukan hal yang sama. Amerika, Eropa, pun melakukan hal yang sama," ungkapnya.
"Tapi tentu dalam batasan-batasan yang tidak melanggar aturan WTO. Yang sifatnya grey area, kita masih bisa masuk. Kebijakan Menteri PUPR mengendalikan masuknya baja atau besi impor dari Cina itu kebijakan yang kami dukung. Demi menyelamatkan industri nasional. Itulah safe guard. Cara yang paling mudah safe guard,” terang Said dalam konferensi pers virtual.