Berita


Teknologi

Indonesia-Korea Selatan Berbagi Inovasi Teknologi Konstruksi

JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Korea Institute of Civil Engineering and Building Technology (KICT) yang merupakan insititusi di bawah Kementerian Pertanahan, Infrastruktur dan Tranportasi (MOLIT) Korea Selatan (Korsel) menyelenggarakan KICT Construction and Technology Fair 2019.

Pameran tersebut merupakan salah satu sarana alih pengetahuan dan teknologi bidang konstruksi kepada negara yang menjadi tempat penyelenggaraan.

 


"Kerja sama Indonesia dan Korea sudah berlangsung lama dan terus meningkat terutama dalam pembangunan infrastruktur," kata Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono di Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Sumber  : https://ekbis.sindonews.com/read/1443503/34/indonesia-korea-selatan-berbagi-inovasi-teknologi-konstruksi-1569518179

Admin

27 September 2019

Kontraktor

Program Sertifikasi Tingkatkan Daya Saing Tukang Bangunan Indonesia

Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) terus mendukung peningkatan kompetensi tukang bangunan sebagai tenaga kerja terampil konstruksi melalui Program Percepatan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 19 Oktober 2017.

Kepemilikan sertifikat kompetensi kerja merupakan kewajiban bagi para pekerja konstruksi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

“Kementerian PUPR sebagai pembina konstruksi bertanggung jawab terhadap ketrampilan, handalnya para pekerja konstruksi. Tanpa itu sekali lagi, tidak akan terbangun tol, tidak akan terbangun jembatan, dan bangunan-bangunan lain. Sertifikat ketrampilan harus dipunyai tukang untuk bersaing dengan pekerja dari negara-negara lain,” kata Basuki saat membuka Kongres Ke-1 Perkumpulan Tukang Bangunan Indonesia (Perkasa) di Auditorium Kementerian PUPR, Sabtu (22/9/2019) sebagaimana dalam siaran persnya.

 

Basuki menyampaikan, jumlah tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat masih sedikit yakni kurang dari satu juta orang, baik tenaga kerja konstruksi ahli, madya maupun terampil. Sementara jumlah tenaga kerja konstruksi sebesar 8,3 juta orang.

Untuk itu, secara bertahap program sertifikasi kompetensi tenaga konstruksi terus dilakukan untuk memenuhi target yang dicanangkan yakni 10 kali lipat dari rata-rata capaian tahunan program sertifikasi dari 2015-2018, sebanyak 50.000 orang.

 

“Peran tukang sebagai bagian dari tenaga kerja konstruksi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia sangat penting. Tukang di lapangan juga menentukan kualitas bangunan. Sertifikat itu adalah standarisasi kompetensi tenaga kerja, baik itu tukang ahli, madya maupun terampil,” tutur Basuki.

Menurut Basuki, selain bertujuan untuk mengukur kompetensi para tenaga kerja konstruksi, sertifikasi juga akan memudahkan tenaga kerja mendapatkan pekerjaan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan.

“Kami berterima kasih hari ini, Kementerian PUPR bisa memiliki mitra langsung dengan tukang dalam pembangunan konstruksi, biasanya kita bermitra dengan asosiasi-asosiasi pengembang, badan usaha, perusahaan-perusahan, dan lainnya,” ujar Basuki.

Pada kesempatan tersebut, juga diluncurkan dua platform online yakni website tukangbangunan.or.id dan tukangharian.id yang menjadi wadah bagi tukang di anggota Perkasa di seluruh Indonesia. Platform tersebut digunakan sebagai data base anggota sekaligus untuk mempermudah tukang mendapatkan pekerjaan.

“Konsep website ini seperti ojek online, jadi kalau ada kebutuhan konsumen tenaga kerja langsung dikirim. misalnya perbaiki lantai, di situ juga disampaikan tarifnya per jam sekian,” tutur Haidar.

Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perkasa Cecep Saefullah mengatakan pembentukan Perkumpulan Tukang Bangunan Indonesia telah dibahas sejak lama, namun baru terealisasi kongres tahun ini. Perkumpulan ini terdiri dari 40 bedeng wilayah yang tersebar di 34 provinsi dan 6 negara.

“Perkasa dibentuk untuk meningkatkan kesejahteraan para tukang sekaligus mensukseskan pembangunan di seluruh pelosok Indonesia,” kata Cecep.

Sumber : https://www.beritasatu.com/ekonomi/576374/program-sertifikasi-tingkatkan-daya-saing-tukang-bangunan-indonesia

Admin

22 September 2019

Kontraktor

104 Kontraktor Bikin Asosiasi Pengerukan dan Reklamasi

Jakarta - Sebanyak 104 kontraktor pengerukan dan reklamasi membentuk asosiasi yang bernama Indonesian Dredging and Reclamation Association (IDRA). Para kontraktor tersebut berinisiasi membentuk asosiasi ini untuk mendorong pembangunan infrastruktur maritim melalui reklamasi.

"IDRA diciptakan untuk menjawab mengapa kita perlu reklamasi? Perlu pengerukan? Terbentuknya asosiasi ini juga untuk mengembangkan keunggulan nyata sumber daya nasional yang mendorong iklim berusaha dalam sektor pengerukan dan reklamasi di Indonesia," kata Ketua Umum IDRA Erick Limin di Menara Kadin Indonesia, Jakarta, Jumat (6/9/2019).

Erick mengatakan, sektor bisnis pengerukan dan reklamasi ini memiliki berbagai tantangan dalam pengembangannya, mulai dari adanya regulasi yang menghambat, persaingan yang kurang sehat hingga ganjalan yang sering dihadapi berupa isu lingkungan.

Untuk itu, dengan adanya IDRA ini maka para kontraktor dapat saling berkomunikasi untuk menghadapi tantangan tersebut.

"Masalah-masalah yang ada dan itu semua bisa dikomunikasikan. Supaya teman-teman semua dan para stakeholders tidak takut membangun negara ini dengan reklamasi, melalui IDRA," ujar Erick.

Menurutnya, sebelum adanya IDRA pemerintah seringkali dalam penyusunan regulasi/kebijakan terkait pengerukan dan reklamasi tidak melibatkan pelaku usaha sebagai pelaksana kebijakan tersebut. Salah satu dampaknya adalah kendala yang muncul pada tataran implementasi sehingga iklim usaha menjadi tidak kondusif.

"Ke depan, pemerintah atau regulator dan pemangku kepentingan di sektor ini bisa menjadikan IDRA sebagai partner dialog dan perumusan kebijakan atau regulasi terkait jasa pengerukan dan reklamasi. Apalagi IDRA merupakan satu-satunya asosiasi di sektor ini yang akan membantu regulator menuangkan kebijakan yang tepat sasaran dan implementatif," ucap dia.

Erick berharap IDRA dapat menjadi mitra strategis bagi seluruh pemangku kepentingan dalam hal ini kementerian yang berkaitan dalam kegiatan pengerukan dan reklamasi di seluruh Indonesia.

Sumber : https://finance.detik.com/infrastruktur/d-4696307/104-kontraktor-bikin-asosiasi-pengerukan-dan-reklamasi

Admin

06 September 2019

Konstruksi

UU 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi. Sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Jasa Konstruksi diatur dengan UU tersendiri dan harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman. UU Jasa Konstruksi terbaru saat ini adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, karena belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi. UU tentang Jasa Konstruksi tahun 2017 disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 Januari 2017. UU No. 2 tahun 2017 diundangkan oleh Yasonna H. Laoly, Menkumham RI pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 11. Dan Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018 pada tanggal 12 Januari 2017 di Jakarta.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

Status

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

Pertimbangan

Latar belakang terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi adalah:

  1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. bahwa sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional;
  3. bahwa penyelenggaraan jasa konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum;
  4. bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi;

Dasar Hukum

Landasan hukum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Penjelasan Umum UU tentang Jasa Konstruksi

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut maka kegiatan pembangunan baik fisik maupun non fisik memiliki peranan yang penting bagi kesejahteraan masyarakat. Sektor Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.

Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, Jasa Konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan secara luas mendukung perekonomian nasional. Oleh karena penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum, sedangkan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi, maka perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan bidang Jasa Konstruksi.

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesionalitas, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan, kebebasan, pembangunan berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan. Undang-Undang ini mengatur penyelenggaraan Jasa Konstruksi dengan tujuan untuk memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstruksi yang berkualitas; mewujudkan tertib penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi; menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun; menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Pengaturan penyelenggaraan Jasa Konstruksi dalam Undang-Undang ini dilakukan beberapa penyesuaian guna mengakomodasi kebutuhan hukum yang terjadi dalam praktik empiris di masyarakat dan dinamika legislasi yang terkait dengan penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Berkembangnya sektor Jasa Konstruksi yang semakin kompleks dan semakin tingginya tingkat persaingan layanan Jasa Konstruksi baik di tingkat nasional maupun internasional membutuhkan payung hukum yang dapat menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha di bidang Jasa Konstruksi terutama pelindungan bagi Pengguna Jasa, Penyedia Jasa, tenaga kerja konstruksi, dan masyarakat Jasa Konstruksi.

Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, terdapat beberapa materi muatan yang diubah, ditambahkan, dan disempurnakan dalam Undang-Undang ini antara lain cakupan Jasa Konstruksi; kualifikasi usaha Jasa Konstruksi; pengembangan layanan usaha Jasa Konstruksi; pembagian tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaran Jasa Konstruksi; penguatan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; pengaturan tenaga kerja konstruksi yang komprehensif baik tenaga kerja konstruksi lokal maupun asing; dibentuknya sistem informasi Jasa Kontruksi yang terintegrasi; dan perubahan paradigma kelembagaan sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat Jasa Konstruksi dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; serta penghapusan ketentuan pidana dengan menekankan pada sanksi administratif dan aspek keperdataan dalam hal terjadi sengketa antar para pihak. Untuk menjamin keberlanjutan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Undang-Undang ini juga mengatur bahwa terhadap adanya dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran oleh Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa, proses pemeriksaan hukum dilakukan dengan tidak mengganggu atau menghentikan proses penyelenggaran Jasa Konstruksi. Dalam hal dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran terkait dengan kerugian negara, pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari lembaga negara yang berwenang.

Secara umum materi muatan dalam Undang-Undang ini meliputi tanggung jawab dan kewenangan; usaha Jasa Konstruksi; penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi; keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan konstruksi; tenaga kerja konstruksi; pembinaan; sistem informasi Jasa Konstruksi; partisipasi masyarakat; penyelesaian sengketa; sanksi administratif; dan ketentuan peralihan.

Tanggung jawab dan kewenangan mengatur tentang pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah. Dalam pengaturan usaha Jasa Konstruksi diatur mengenai struktur usaha Jasa Konstruksi, segmentasi pasar Jasa Konstruksi; persyaratan usaha Jasa Konstruksi; badan usaha Jasa Konstruksi dan usaha perseorangan Jasa Konstruksi asing; pengembangan jenis usaha Jasa Konstruksi yakni Usaha Penyediaan Bangunan; dan pengembangan usaha berkelanjutan.

Selanjutnya Undang-Undang ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang memuat penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan. Penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa Kontruksi, sedangkan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan dapat dikerjakan sendiri atau melalui perjanjian penyediaan bangunan. Pentingnya pemenuhan standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan Konstruksi oleh Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dimaksudkan untuk mencegah terjadinya Kegagalan Bangunan.

Penguatan sumber daya manusia Jasa Konstruksi dalam rangka menghadapi persaingan global membutuhkan penguatan secara regulasi. Undang-Undang ini mengatur mengenai klasifikasi dan kualifikasi; pelatihan tenaga kerja konstruksi; sertifikasi kompetensi kerja; registrasi pengalaman profesional; upah tenaga kerja konstruksi; dan pengaturan tenaga kerja konstruksi asing serta tanggung jawab profesi.

Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pemerintah Pusat melakukan pembinaan yang mencakup penetapan kebijakan, penyelenggaran kebijakan, pemantauan dan evaluasi, serta penyelenggaraan pemberdayaan terhadap Pemerintah Daerah. Selain itu diatur tentang pendanaan, pelaporan, dan pengawasannya. Untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan terintegrasi dibentuk suatu sistem informasi Jasa Konstruksi yang terintegrasi dan dikelola oleh Pemerintah Pusat.

Untuk mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pemerintah Pusat dapat mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi dalam menyelenggarakan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan melalui satu lembaga yang dibentuk oleh Menteri, yang unsur- unsurnya ditetapkan setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Dalam hal terjadi sengketa antar para pihak, Undang-Undang ini mengedepankan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Terhadap pelanggaran administratif dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administratif, sedangkan untuk menghindari kekosongan hukum Undang-Undang ini mengatur bahwa lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tetap menjalankan tugas sertifikasi dan registrasi terhadap badan usaha dan tenaga kerja konstruksi sampai terbentuknya lembaga yang dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Isi UU Jasa Konstruksi

Isi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (bukan format asli):

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi.
  2. Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.
  3. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
  4. Usaha Penyediaan Bangunan adalah pengembangan jenis usaha jasa konstruksi yang dibiayai sendiri oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, atau masyarakat, dan dapat melalui pola kerja sama untuk mewujudkan, memiliki, menguasai, mengusahakan, dan/atau meningkatkan kemanfaatan bangunan.
  5. Pengguna Jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan Jasa Konstruksi.
  6. Penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi.
  7. Subpenyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi kepada Penyedia Jasa.
  8. Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
  9. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan adalah pedoman teknis keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, dan perlindungan sosial tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
  10. Kegagalan Bangunan adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil Jasa Konstruksi.
  11. Sertifikat Badan Usaha adalah tanda bukti pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi termasuk hasil penyetaraan kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi asing.
  12. Sertifikasi Kompetensi Kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional, dan/atau standar khusus.
  13. Sertifikat Kompetensi Kerja adalah tanda bukti pengakuan kompetensi tenaga kerja konstruksi.
  14. Tanda Daftar Usaha Perseorangan adalah izin yang diberikan kepada usaha orang perseorangan untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi.
  15. Izin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi.
  16. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  17. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jasa Konstruksi.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi berlandaskan pada asas:

  1. kejujuran dan keadilan;
  2. manfaat;
  3. kesetaraan;
  4. keserasian;
  5. keseimbangan;
  6. profesionalitas;
  7. kemandirian;
  8. keterbukaan;
  9. kemitraan;
  10. keamanan dan keselamatan;
  11. kebebasan;
  12. pembangunan berkelanjutan; dan
  13. wawasan lingkungan.

Pasal 3

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi bertujuan untuk:

  1. memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstruksi yang berkualitas;
  2. mewujudkan ketertiban penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi;
  4. menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun;
  5. menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan
  6. menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

BAB III
TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN

Bagian Kesatu
Tanggung Jawab

Pasal 4

  1. Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas:
    1. meningkatnya kemampuan dan kapasitas usaha Jasa Konstruksi nasional;
    2. terciptanya iklim usaha yang kondusif, penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang transparan, persaingan usaha yang sehat, serta jaminan kesetaraan hak dan kewajiban antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa;
    3. terselenggaranya Jasa Konstruksi yang sesuai dengan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan;
    4. meningkatnya kompetensi, profesionalitas, dan produktivitas tenaga kerja konstruksi nasional;
    5. meningkatnya kualitas penggunaan material dan peralatan konstruksi serta teknologi konstruksi dalam negeri;
    6. meningkatnya partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi; dan
    7. tersedianya sistem informasi Jasa Konstruksi.
  2. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri, berkoordinasi dengan menteri teknis terkait.

Bagian Kedua
Kewenangan

Paragraf 1
Kewenangan Pemerintah Pusat

Pasal 5

  1. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan struktur usaha Jasa Konstruksi;
    2. mengembangkan sistem persyaratan usaha Jasa Konstruksi;
    3. menyelenggarakan registrasi badan usaha Jasa Konstruksi;
    4. menyelenggarakan akreditasi bagi asosiasi perusahaan Jasa Konstruksi dan asosiasi yang terkait dengan rantai pasok Jasa Konstruksi;
    5. menyelenggarakan pemberian lisensi bagi lembaga yang melaksanakan sertifikasi badan usaha;
    6. mengembangkan sistem rantai pasok Jasa Konstruksi;
    7. mengembangkan sistem permodalan dan sistem penjaminan usaha Jasa Konstruksi;
    8. memberikan dukungan dan pelindungan bagi pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional dalam mengakses pasar Jasa Konstruksi internasional;
    9. mengembangkan sistem pengawasan tertib usaha Jasa Konstruksi;
    10. menyelenggarakan penerbitan izin perwakilan badan usaha asing dan Izin Usaha dalam rangka penanaman modal asing;
    11. menyelenggarakan pengawasan tertib usaha Jasa Konstruksi asing dan Jasa Konstruksi kualifikasi besar;
    12. menyelenggarakan pengembangan layanan usaha Jasa Konstruksi;
    13. mengumpulkan dan mengembangkan sistem informasi yang terkait dengan pasar Jasa Konstruksi di negara yang potensial untuk pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional;
    14. mengembangkan sistem kemitraan antara usaha Jasa Konstruksi nasional dan internasional;
    15. menjamin terciptanya persaingan yang sehat dalam pasar Jasa Konstruksi;
    16. mengembangkan segmentasi pasar Jasa Konstruksi nasional;
    17. memberikan pelindungan hukum bagi pelaku usaha Jasa Konstruksi nasional yang mengakses pasar Jasa Konstruksi internasional; dan
    18. menyelenggarakan registrasi pengalaman badan usaha.
  2. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan sistem pemilihan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
    2. mengembangkan Kontrak Kerja Konstruksi yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa;
    3. mendorong digunakannya alternatif penyelesaian sengketa penyelenggaraan Jasa Konstruksi di luar pengadilan; dan
    4. mengembangkan sistem kinerja Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
  3. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
    2. menyelenggarakan pengawasan penerapan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan Jasa Konstruksi oleh badan usaha Jasa Konstruksi;
    3. menyelenggarakan registrasi penilai ahli; dan
    4. menetapkan penilai ahli yang teregistrasi dalam hal terjadi Kegagalan Bangunan.
  4. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan standar kompetensi kerja dan pelatihan Jasa Konstruksi;
    2. memberdayakan lembaga pendidikan dan pelatihan kerja konstruksi nasional;
    3. menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja konstruksi strategis dan percontohan;
    4. mengembangkan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja konstruksi;
    5. menetapkan standar remunerasi minimal bagi tenaga kerja konstruksi;
    6. menyelenggarakan pengawasan sistem sertifikasi, pelatihan, dan standar remunerasi minimal bagi tenaga kerja konstruksi;
    7. menyelenggarakan akreditasi bagi asosiasi profesi dan lisensi bagi lembaga sertifikasi profesi;
    8. menyelenggarakan registrasi tenaga kerja konstruksi;
    9. menyelenggarakan registrasi pengalaman profesional tenaga kerja konstruksi serta lembaga pendidikan dan pelatihan kerja di bidang konstruksi;
    10. menyelenggarakan penyetaraan tenaga kerja konstruksi asing; dan
    11. membentuk lembaga sertifikasi profesi untuk melaksanakan tugas sertifikasi kompetensi kerja yang belum dapat dilakukan lembaga sertifikasi profesi yang dibentuk oleh asosiasi profesi atau lembaga pendidikan dan pelatihan.
  5. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan standar material dan peralatan konstruksi, serta inovasi teknologi konstruksi; b. mengembangkan skema kerja sama antara institusi penelitian dan pengembangan dan seluruh pemangku kepentingan Jasa Konstruksi; c. menetapkan pengembangan teknologi prioritas; d. memublikasikan material dan peralatan konstruksi serta teknologi konstruksi dalam negeri kepada seluruh pemangku kepentingan, baik nasional maupun internasional; e. menetapkan dan meningkatkan penggunaan standar mutu material dan peralatan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia; f. melindungi kekayaan intelektual atas material dan peralatan konstruksi serta teknologi konstruksi hasil penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan g. membangun sistem rantai pasok material, peralatan, dan teknologi konstruksi.
  6. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. meningkatkan partisipasi masyarakat yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam pengawasan penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
    2. meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat Jasa Konstruksi;
    3. memfasilitasi penyelenggaraan forum Jasa Konstruksi sebagai media aspirasi masyarakat Jasa Konstruksi;
    4. memberikan dukungan pembiayaan terhadap penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi Kerja; dan
    5. meningkatkan partisipasi masyarakat yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam Usaha Penyediaan Bangunan.
  7. Dukungan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.
  8. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g, Pemerintah Pusat memiliki kewenangan:
    1. mengembangkan sistem informasi Jasa Konstruksi nasional; dan
    2. mengumpulkan data dan informasi Jasa Konstruksi nasional dan internasional.

Pasal 6

  1. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:
    1. memberdayakan badan usaha Jasa Konstruksi;
    2. menyelenggarakan pengawasan proses pemberian Izin Usaha nasional;
    3. menyelenggarakan pengawasan tertib usaha Jasa Konstruksi di provinsi;
    4. menyelenggarakan pengawasan sistem rantai pasok konstruksi di provinsi; dan
    5. memfasilitasi kemitraan antara badan usaha Jasa Konstruksi di provinsi dengan badan usaha dari luar provinsi.
  2. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:
    1. menyelenggarakan pengawasan pemilihan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
    2. menyelenggarakan pengawasan Kontrak Kerja Konstruksi; dan
    3. menyelenggarakan pengawasan tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan Jasa Konstruksi di provinsi.
  3. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan menyelenggarakan pengawasan penerapan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan Jasa Konstruksi oleh badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi kecil dan menengah.
  4. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan menyelenggarakan pengawasan:
    1. sistem Sertifikasi Kompetensi Kerja;
    2. pelatihan tenaga kerja konstruksi; dan
    3. upah tenaga kerja konstruksi.
  5. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:
    1. menyelenggarakan pengawasan penggunaan material, peralatan, dan teknologi konstruksi;
    2. memfasilitasi kerja sama antara institusi penelitian dan pengembangan Jasa Konstruksi dengan seluruh pemangku kepentingan Jasa Konstruksi;
    3. memfasilitasi pengembangan teknologi prioritas;
    4. menyelenggarakan pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumber material konstruksi; dan
    5. meningkatkan penggunaan standar mutu material dan peralatan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
  6. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan:
    1. memperkuat kapasitas kelembagaan masyarakat Jasa Konstruksi provinsi;
    2. meningkatkan partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam pengawasan penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi; dan
    3. meningkatkan partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam usaha penyediaan bangunan.
  7. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah memiliki kewenangan mengumpulkan data dan informasi Jasa Konstruksi di provinsi.

Paragraf 2
Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi

Pasal 7

Kewenangan Pemerintah Daerah provinsi pada sub-urusan Jasa Konstruksi meliputi:

  1. penyelenggaraan pelatihan tenaga ahli konstruksi; dan
  2. penyelenggaraan sistem informasi Jasa Konstruksi cakupan daerah provinsi.

Paragraf 3
Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 8

Kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota pada sub-urusan Jasa Konstruksi meliputi:

  1. penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil konstruksi;
  2. penyelenggaraan sistem informasi Jasa Konstruksi cakupan daerah kabupaten/kota;
  3. penerbitan Izin Usaha nasional kualifikasi kecil, menengah, dan besar; dan
  4. pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan Jasa Konstruksi.

Pasal 9

Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat melibatkan masyarakat Jasa Konstruksi.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 9 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IV
USAHA JASA KONSTRUKSI

Bagian Kesatu
Struktur Usaha Jasa Konstruksi

Paragraf 1
Umum

Pasal 11

Struktur usaha Jasa Konstruksi meliputi:

  1. jenis, sifat, klasifikasi, dan layanan usaha; dan
  2. bentuk dan kualifikasi usaha.

Paragraf 2
Jenis, Sifat, Klasifikasi, dan Layanan Usaha

Pasal 12

Jenis usaha Jasa Konstruksi meliputi:

  1. usaha jasa Konsultansi Konstruksi;
  2. usaha Pekerjaan Konstruksi; dan
  3. usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi.

Pasal 13

  1. Sifat usaha jasa Konsultansi Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a meliputi:
    1. umum; dan
    2. spesialis.
  2. Klasifikasi usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain:
    1. arsitektur;
    2. rekayasa;
    3. rekayasa terpadu; dan
    4. arsitektur lanskap dan perencanaan wilayah.
  3. Klasifikasi usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:
    1. konsultansi ilmiah dan teknis; dan
    2. pengujian dan analisis teknis.
  4. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
    1. pengkajian;
    2. perencanaan;
    3. perancangan;
    4. pengawasan; dan/atau
    5. manajemen penyelenggaraan konstruksi.
  5. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
    1. survei;
    2. pengujian teknis; dan/atau
    3. analisis.

Pasal 14

  1. Sifat usaha Pekerjaan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b meliputi:
    1. umum ; dan
    2. spesialis.
  2. Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
    1. bangunan gedung; dan
    2. bangunan sipil.
  3. Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:
    1. instalasi;
    2. konstruksi khusus;
    3. konstruksi prapabrikasi;
    4. penyelesaian bangunan; dan
    5. penyewaan peralatan.
  4. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
    1. pembangunan;
    2. pemeliharaan;
    3. pembongkaran; dan/atau
    4. pembangunan kembali.
  5. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pekerjaan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lainnya.

Pasal 15

  1. Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c meliputi:
    1. bangunan gedung; dan
    2. bangunan sipil.
  2. Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. rancang bangun; dan
    2. perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.

Pasal 16

Perubahan atas klasifikasi dan layanan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 dilakukan dengan memperhatikan perubahan klasifikasi produk konstruksi yang berlaku secara internasional dan perkembangan layanan usaha Jasa Konstruksi.

Pasal 17

  1. Kegiatan usaha Jasa Konstruksi didukung dengan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi.
  2. Sumber daya konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan berasal dari produksi dalam negeri.

Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, sifat, klasifikasi, layanan usaha, perubahan atas klasifikasi dan layanan usaha, dan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 17 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 3
Bentuk dan Kualifikasi Usaha

Pasal 20

Usaha Jasa Konstruksi berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

Pasal 20

  1. Kualifikasi usaha bagi badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 terdiri atas:
    1. kecil;
    2. menengah; dan
    3. besar.
  2. Penetapan kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penilaian terhadap:
    1. penjualan tahunan;
    2. kemampuan keuangan;
    3. ketersediaan tenaga kerja konstruksi; dan
    4. kemampuan dalam penyediaan peralatan konstruksi.
  3. Kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan batasan kemampuan usaha dan segmentasi pasar usaha Jasa Konstruksi.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Segmentasi Pasar Jasa Konstruksi

Pasal 21

  1. Usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a hanya dapat menyelenggarakan Jasa Konstruksi pada segmen pasar yang:
    1. berisiko kecil;
    2. berteknologi sederhana; dan
    3. berbiaya kecil.
  2. Usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya.

Pasal 22

Badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b hanya dapat menyelenggarakan Jasa Konstruksi pada segmen pasar yang:

  1. berisiko sedang;
  2. berteknologi madya; dan/atau
  3. berbiaya sedang.

Pasal 23

Badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c yang berbadan hukum dan perwakilan usaha Jasa Konstruksi asing hanya dapat menyelenggarakan Jasa Konstruksi pada segmen pasar yang:

  1. berisiko besar;
  2. berteknologi tinggi; dan/atau
  3. berbiaya besar.

Pasal 24

  1. Dalam hal penyelenggaraan Jasa Konstruksi menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah serta memenuhi kriteria berisiko kecil sampai dengan sedang, berteknologi sederhana sampai dengan madya, dan berbiaya kecil sampai dengan sedang, Pemerintah Daerah provinsi dapat membuat kebijakan khusus.
  2. Kebijakan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. kerja sama operasi dengan badan usaha Jasa Konstruksi daerah; dan/atau
    2. penggunaan Subpenyedia Jasa daerah.

Pasal 25

Ketentuan lebih lanjut mengenai segmentasi pasar serta kriteria risiko, teknologi, dan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Persyaratan Usaha Jasa Konstruksi

Paragraf 1
Umum

Pasal 26

  1. Setiap usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang akan memberikan layanan Jasa Konstruksi wajib memiliki Tanda Daftar Usaha Perseorangan.
  2. Setiap badan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang akan memberikan layanan Jasa Konstruksi wajib memiliki Izin Usaha.

Paragraf 2
Tanda Daftar Usaha Perseorangan dan Izin Usaha

Pasal 27

Tanda Daftar Usaha Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada usaha orang perseorangan yang berdomisili di wilayahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 28

Izin Usaha sebagaimana dimasud dalam Pasal 26 ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada badan usaha yang berdomisili di wilayahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 29

  1. Izin Usaha dan Tanda Daftar Usaha Perseorangan berlaku untuk melaksanakan kegiatan usaha Jasa Konstruksi di seluruh wilayah Republik Indonesia.
  2. Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 membentuk peraturan di daerah mengenai Izin Usaha dan Tanda Daftar Usaha Perseorangan.

Paragraf 3
Sertifikat Badan Usaha

Pasal 30

  1. Setiap badan usaha yang mengerjakan Jasa Konstruksi wajib memiliki Sertifikat Badan Usaha.
  2. Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan melalui suatu proses sertifikasi dan registrasi oleh Menteri.
  3. Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    1. jenis usaha;
    2. sifat usaha;
    3. klasifikasi usaha; dan
    4. kualifikasi usaha.
  4. Untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha Jasa Konstruksi mengajukan permohonan kepada Menteri melalui lembaga Sertifikasi Badan Usaha yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha terakreditasi.
  5. Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Menteri kepada asosiasi badan usaha yang memenuhi persyaratan:
    1. jumlah dan sebaran anggota;
    2. pemberdayaan kepada anggota;
    3. pemilihan pengurus secara demokratis;
    4. sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah; dan
    5. pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
  6. Setiap asosiasi badan usaha yang mendapatkan akreditasi wajib menjalankan kewajiban yang diatur dalam Peraturan Menteri.
  7. Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan registrasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan akreditasi asosiasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.

Paragraf 4
Tanda Daftar Pengalaman

Pasal 31

  1. Untuk mendapatkan pengakuan pengalaman usaha, setiap badan usaha Jasa Konstruksi kualifikasi menengah dan besar harus melakukan registrasi pengalaman kepada Menteri.
  2. Registrasi pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan tanda daftar pengalaman.
  3. Tanda daftar pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
    1. nama paket pekerjaan;
    2. Pengguna Jasa;
    3. tahun pelaksanaan pekerjaan;
    4. nilai pekerjaan; dan
    5. kinerja Penyedia Jasa.
  4. Pengalaman yang diregistrasi ke dalam tanda daftar pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pengalaman menyelenggarakan Jasa Konstruksi yang sudah melalui proses serah terima.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi pengalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing dan
Usaha Perseorangan Jasa Konstruksi Asing

Pasal 32

Badan usaha Jasa Konstruksi Asing atau usaha perseorangan Jasa Konstruksi asing yang akan melakukan usaha Jasa Konstruksi di wilayah Indonesia wajib membentuk:

  1. kantor perwakilan; dan/atau
  2. badan usaha berbadan hukum Indonesia melalui kerja sama modal dengan badan usaha Jasa Konstruksi nasional.

Pasal 33

  1. Kantor perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a wajib:
    1. berbentuk badan usaha dengan kualifikasi yang setara dengan kualifikasi besar;
    2. memiliki izin perwakilan badan usaha Jasa Konstruksi asing;
    3. membentuk kerja sama operasi dengan badan usaha Jasa Konstruksi nasional berkualifikasi besar yang memiliki Izin Usaha dalam setiap kegiatan usaha Jasa Konstruksi di Indonesia;
    4. mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja Indonesia daripada tenaga kerja asing;
    5. menempatkan warga negara Indonesia sebagai pimpinan tertinggi kantor perwakilan;
    6. mengutamakan penggunaan material dan teknologi konstruksi dalam negeri;
    7. memiliki teknologi tinggi, mutakhir, efisien, berwawasan lingkungan, serta memperhatikan kearifan lokal;
    8. melaksanakan proses alih teknologi; dan
    9. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Izin perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Kerja sama operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan prinsip kesetaraan kualifikasi, kesamaan layanan, dan tanggung renteng.

Pasal 34

  1. Ketentuan mengenai kerja sama modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Badan usaha Jasa Konstruksi yang dibentuk dalam rangka kerja sama modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b harus memenuhi persyaratan kualifikasi besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c.
  3. Badan usaha Jasa Konstruksi yang dibentuk dalam rangka kerja sama modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki Izin Usaha.
  4. Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin perwakilan, tata cara kerja sama operasi, dan penggunaan lebih banyak tenaga kerja Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan pemberian Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kelima
Pengembangan Usaha Jasa Konstruksi

Pasal 36

  1. Pengembangan jenis usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dapat dilakukan melalui Usaha Penyediaan Bangunan.
  2. Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Usaha Penyediaan Bangunan gedung dan Usaha Penyediaan Bangunan sipil.
  3. Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai melalui investasi yang bersumber dari:
    1. Pemerintah Pusat;
    2. Pemerintah Daerah;
    3. badan usaha; dan/atau
    4. masyarakat.
  4. Perizinan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.

Bagian Keenam
Pengembangan Usaha Berkelanjutan

Pasal 37

  1. Setiap badan usaha Jasa Konstruksi harus melakukan pengembangan usaha berkelanjutan.
  2. Pengembangan usaha berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
    1. meningkatkan tata kelola usaha yang baik; dan
    2. memiliki tanggung jawab profesional termasuk tanggung jawab badan usaha terhadap masyarakat.
  3. Pengembangan usaha berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh asosiasi badan usaha Jasa Konstruksi.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan usaha berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB V
PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 38

  1. Penyelenggaraan Jasa Konstruksi terdiri atas penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan.
  2. Penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa Kontruksi.
  3. Penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau melalui perjanjian penyediaan bangunan.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi yang dikerjakan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.

Bagian Kedua
Pengikatan Jasa Konstruksi

Paragraf 1
Pengikatan Para Pihak

Pasal 39

  1. Para pihak dalam pengikatan Jasa Konstruksi terdiri atas:
    1. Pengguna Jasa; dan
    2. Penyedia Jasa.
  2. Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
    1. orang perseorangan; atau
    2. badan.
  3. Pengikatan hubungan kerja Jasa Konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

Pasal 40

Ketentuan mengenai pengikatan di antara para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hukum keperdataan kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Paragraf 2
Pemilihan Penyedia Jasa

Pasal 41

Pemilihan Penyedia Jasa hanya dapat diikuti oleh Penyedia Jasa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 34.

Pasal 42

  1. Pemilihan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang menggunakan sumber pembiayaan dari keuangan Negara dilakukan dengan cara tender atau seleksi, pengadaan secara elektronik, penunjukan langsung, dan pengadaan langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Tender atau seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui prakualifikasi, pascakualifikasi, dan tender cepat.
  3. Pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa yang sudah tercantum dalam katalog.
  4. Penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
    1. penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat;
    2. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh Penyedia Jasa yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak;
    3. pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara;
    4. pekerjaan yang berskala kecil; dan/atau
    5. kondisi tertentu.
  5. Pengadaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk paket dengan nilai tertentu.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e dan nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 43

  1. Pemilihan Penyedia Jasa dan penetapan Penyedia Jasa dalam pengikatan hubungan kerja Jasa Konstruksi dilakukan dengan mempertimbangkan:
    1. kesesuaian antara bidang usaha dan ruang lingkup pekerjaan;
    2. kesetaraan antara kualifikasi usaha dan beban kerja;
    3. kinerja Penyedia Jasa; dan
    4. pengalaman menghasilkan produk konstruksi sejeni
  2. Dalam hal pemilihan penyedia layanan jasa Konsultansi Konstruksi yang menggunakan tenaga kerja konstruksi pada jenjang jabatan ahli, Pengguna Jasa harus memperhatikan standar remunerasi minimal.
  3. Standar remunerasi minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 44

Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dilarang menggunakan Penyedia Jasa yang terafiliasi pada pembangunan untuk kepentingan umum tanpa melalui tender atau seleksi, atau pengadaan secara elektronik.

Pasal 45

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan Penyedia Jasa dan penetapan Penyedia Jasa dalam hubungan kerja Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 44 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 3
Kontrak Kerja Konstruksi

Pasal 46

  1. Pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  2. Bentuk Kontrak Kerja Konstruksi dapat mengikuti perkembangan kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 47

  1. Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup uraian mengenai:
    1. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;
    2. rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
    3. masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;
    4. hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh hasil Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;
    5. penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat;
    6. cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya jaminan atas pembayaran;
    7. wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
    8. penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;
    9. pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;
    10. keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
    11. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;
    12. pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
    13. pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
    14. aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan;
    15. jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan
    16. pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.
  2. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontrak Kerja Konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.

Pasal 48

Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Kontrak Kerja Konstruksi:

  1. untuk layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak kekayaan intelektual;
  2. untuk kegiatan pelaksanaan layanan Jasa Konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang Subpenyedia Jasa serta pemasok bahan, komponen bangunan, dan/atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku; dan
  3. yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih teknologi.

Pasal 49

Ketentuan mengenai Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 berlaku juga dalam Kontrak Kerja Konstruksi antara Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa.

Pasal 50

  1. Kontrak Kerja Konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia.
  2. Dalam hal Kontrak Kerja Konstruksi dilakukan dengan pihak asing harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
  3. Dalam hal terjadi perselisihan dengan pihak asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan Kontrak Kerja Konstruksi dalam bahasa Indonesia.

Pasal 51

Ketentuan lebih lanjut mengenai Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Pengelolaan Jasa Konstruksi

Paragraf 1
Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa

Pasal 52

Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus:

  1. sesuai dengan perjanjian dalam kontrak;
  2. memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan; dan
  3. mengutamakan warga negara Indonesia sebagai pimpinan tertinggi organisasi proyek.

Pasal 53

  1. Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, pekerjaan utama hanya dapat diberikan kepada Subpenyedia Jasa yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14.
  2. Pemberian pekerjaan utama kepada Subpenyedia Jasa yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan Pengguna Jasa.
  3. Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa dengan kualifikasi menengah dan/atau besar mengutamakan untuk memberikan pekerjaan penunjang kepada Subpenyedia Jasa dengan kualifikasi kecil.
  4. Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa wajib memenuhi hak dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

Pasal 54

  1. Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa dan/atau Subpenyedia Jasa wajib menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan tepat waktu sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  2. Penyedia Jasa dan/atau Subpenyedia Jasa yang tidak menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan/atau tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

Paragraf 2
Pembiayaan Jasa Konstruksi

Pasal 55

  1. Pengguna Jasa bertanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  2. Biaya Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari dana Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, dan/atau masyarakat.
  3. Tanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan:
    1. kemampuan membayar; dan/atau
    2. komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi.
  4. Kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibuktikan dengan dokumen dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank, dokumen ketersediaan anggaran, atau dokumen lain yang disepakati dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  5. Komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b didukung dengan jaminan melalui perjanjian kerja sama.

Pasal 56

  1. Dalam hal tanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi dibuktikan dengan kemampuan membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf a, Pengguna Jasa wajib melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan Penyedia Jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu.
  2. Pengguna Jasa yang tidak menjamin ketersediaan biaya dan tidak melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan Penyedia Jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  3. Dalam hal tanggung jawab atas layanan Jasa Konstruksi yang dilakukan melalui komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa harus mengetahui risiko mekanisme komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi dan memastikan fungsionalitas produk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57

  1. Dalam pemilihan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Penyedia Jasa menyerahkan jaminan kepada Pengguna Jasa untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dipersyaratkan dalam dokumen pemilihan Penyedia Jasa.
  2. Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
    1. jaminan penawaran;
    2. jaminan pelaksanaan;
    3. jaminan uang muka;
    4. jaminan pemeliharaan; dan/atau
    5. jaminan sanggah banding.
  3. Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat dicairkan tanpa syarat sebesar nilai yang dijaminkan dan dalam batas waktu tertentu setelah pernyataan Pengguna Jasa atas wanprestasi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa.
  4. Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikeluarkan oleh lembaga perbankan, perusahaan asuransi, dan/atau perusahaan penjaminan dalam bentuk bank garansi dan/atau perjanjian terikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Perubahan atas jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan dinamika perkembangan penyelenggaraan Jasa Konstruksi baik nasional maupun internasional.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perubahan atas jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Presiden.

Bagian Keempat
Perjanjian Penyediaan Bangunan

Pasal 58

  1. Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau oleh pihak lain.
  2. Dalam hal dikerjakan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan dilakukan melalui perjanjian penyediaan bangunan.
  3. Para pihak dalam perjanjian penyediaan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
    1. pihak pertama sebagai pemilik bangunan; dan
    2. pihak kedua sebagai penyedia bangunan.
  4. Para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
    1. orang perseorangan; atau
    2. badan.
  5. Penyediaan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kerja sama Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dengan badan usaha dan/atau masyarakat.
  6. Dalam perjanjian penyediaan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus dilakukan oleh Penyedia Jasa.
  7. Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian penyediaan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.

BAB VI
KEAMANAN, KESELAMATAN, KESEHATAN,
DAN KEBERLANJUTAN KONSTRUKSI

Bagian Kesatu
Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan

Pasal 59

  1. Dalam setiap penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa wajib memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan.
  2. Dalam memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa harus memberikan pengesahan atau persetujuan atas:
    1. hasil pengkajian, perencanaan, dan/atau perancangan;
    2. rencana teknis proses pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran, dan/atau pembangunan kembali;
    3. pelaksanaan suatu proses pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran, dan/atau pembangunan kembali;
    4. penggunaan material, peralatan dan/atau teknologi; dan/atau
    5. hasil layanan Jasa Konstruksi.
  3. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
    1. standar mutu bahan;
    2. standar mutu peralatan;
    3. standar keselamatan dan kesehatan kerja;
    4. standar prosedur pelaksanaan Jasa Konstruksi;
    5. standar mutu hasil pelaksanaan Jasa Konstruksi;
    6. standar operasi dan pemeliharaan;
    7. pedoman pelindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
    8. standar pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan untuk setiap produk Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh menteri teknis terkait sesuai dengan kewenangannya.
  5. Dalam menyusun Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan untuk setiap produk Jasa Konstruksi, menteri teknis terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan kondisi geografis yang rawan gempa dan kenyamanan lingkungan terbangun.

Bagian Kedua
Kegagalan Bangunan

Paragraf 1
Umum

Pasal 60

  1. Dalam hal penyelenggaraan Jasa Konstruksi tidak memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap Kegagalan Bangunan.
  2. Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penilai ahli.
  3. Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
  4. Menteri harus menetapkan penilai ahli dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya Kegagalan Bangunan.

Paragraf 2
Penilai Ahli

Pasal 61

  1. Penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) harus:
    1. memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja pada jenjang jabatan ahli di bidang yang sesuai dengan klasifikasi produk bangunan yang mengalami Kegagalan Bangunan;
    2. memiliki pengalaman sebagai perencana, pelaksana, dan/atau pengawas pada Jasa Konstruksi sesuai dengan klasifikasi produk bangunan yang mengalami Kegagalan Bangunan; dan
    3. terdaftar sebagai penilai ahli di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jasa Konstruksi.
  2. Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas antara lain:
    1. menetapkan tingkat kepatuhan terhadap Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
    2. menetapkan penyebab terjadinya Kegagalan Bangunan;
    3. menetapkan tingkat keruntuhan dan/atau tidak berfungsinya bangunan;
    4. menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan;
    5. melaporkan hasil penilaiannya kepada Menteri dan instansi yang mengeluarkan izin membangun, paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pelaksanaan tugas; dan
    6. memberikan rekomendasi kebijakan kepada Menteri dalam rangka pencegahan terjadinya Kegagalan Bangunan.

Pasal 62

  1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) penilai ahli dapat berkoordinasi dengan pihak berwenang yang terkait.
  2. Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib bekerja secara profesional dan tidak menjadi bagian dari salah satu pihak.

Pasal 63

Penyedia Jasa wajib menggant atau memperbaiki Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 aya

Admin

06 August 2019

Teknologi

PUPR Dorong Penggunaan Teknologi Pembangunan Infrastruktur

Bisnis.com, JAKARTA— Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dalam beberapa kesempatan selalu menegaskan bahwa pembangunan Infrastruktur di Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan pembangunan konstruksi dengan cara biasa.

Oleh karena itu, katanya, diperlukan inovasi yang dikenal dengan lima terobosan percepatan pembangunan infrastruktur, yaitu peraturan pengadaan lahan, koordinasi yang baik antarlembaga, pendanaan inovatif, kepemimpinan yang kuat, serta dukungan inovasi dan teknologi.

“Oleh karena itu, kebijakan sektor konstruksi nasional tentunya harus mendorong penggunaan teknologi yang memberi solusi pada permasalahan yang dihadapi saat ini sehingga pembangunan infrastruktur dapat berjalan dengan lebih cepat, lebih mudah, dan tentunya lebih baik”, ujar Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin saat membuka acara Trenchless Asia 2019, Rabu (17/7/2019).

Salah satu teknologi konstruksi yang diharapkan mampu memberi kontribusi pada percepatan pembangunan infrastruktur tersebut adalah teknologi trenchless.
Teknologi ini mengintegrasikan teknologi digital jasa konstruksi yang dipergunakan untuk memasang infrastruktur bawah tanah tanpa mengganggu bangunan atau bentang alam yang ada di atasnya.

Keuntungan dari pemanfaatan teknologi ini antara lain; lebih ramah lingkungan, meminimalisasi dampak sosial terhadap terhadap kondisi di sekitar lokasi proyek, meminimalisasi terjadinya kecelakaan kerja konstruksi, durasi proyek lebih singkat sehingga biaya konstruksinya lebih murah, dan menjamin pencapaian kualitas konstruksi.

”Segala kelebihan teknologi ini seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para pelaku industri konstruksi di Indonesia dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur seperti pemasangan kabel serat optik dan kabel listrik, instalasi pipa air bersih dan air limbah, instalasi pipa gas, atau sekadar melakukan pemeliharaan jaringan utilitas dan perpipaan yang sudah ada”, ujar Syarif.

Kementerian PUPR sudah mulai menggunakan teknologi ini pada beberapa proyek, seperti pada proyek sudetan Kali Ciliwung ke Banjir Kanal Timur, proyek pembangunan jalan tol Cisumdawu, proyek pembangunan air limbah di beberapa kota besar di Indonesia yaitu Denpasar, Yogyakarta, dan Medan.

Sumber : https://ekonomi.bisnis.com/read/20190717/45/1125253/pupr-dorong-penggunaan-teknologi-pembangunan-infrastruktur

Admin

17 July 2019

Teknologi

Mau Tahu Teknik Konstruksi Bawah Tanah Kekinian? Yuk ke Pameran Ini!

Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggelar pameran teknologi konstruksi modern di Jakarta International Expo (Jiexpo), Kemayoran. Teknologi tersebut bernama trenchless yang mampu menggarap pekerjaan di bawah permukaan tanah tanpa galian.

"Kami berharap bahwa ini menjadi ajang untuk mencari informasi seluas-luasnya tentang teknologi trenchless," kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin di Jiexpo, Jakarta, Rabu (17/7/2019).

Keunggulan teknologi trenchless sendiri yakni mampu meminimalisir dampak lingkungan, dan gangguan di atas permukaan tanah akibat proyek yang dikerjakan di bawahnya. Sehingga, teknologi ini cocok untuk kegiatan konstruksi di kota-kota yang padat penduduk.
"Selama ini kita hanya mengetahui open trench. Sehingga, acara ini menjadi kesempatan utama bagi kita untuk melihat perkembangan teknologi trenchless. Dan tentunya teknologi ini bermanfaat bagi kota-kota besar yang padat penduduk," tutur Syarif.

Bersama dengan dengan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN), Kementerian PUPR juga menggandeng The International Society for Trenchless Technology (ISTT) dan Westrade Group United Kingdom Ltd dalam penyelenggaraan pameran ini.

Trenchless Asia 2019 ini akan berlangsung selama dua hari, 17-18 Juli 2019. Target pengunjungnya tak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari negara-negara Asia, seperti misalnya dari Malaysia, Filipina, Singapura, Australia, China, Hong Kong, Jepang, Korea, India, dan Thailand.

Sumber  : https://finance.detik.com/infrastruktur/d-4627581/mau-tahu-teknik-konstruksi-bawah-tanah-kekinian-yuk-ke-pameran-ini

Admin

17 July 2019

Konstruksi

Dongkrak Kapasitas Tenaga Kerja Konstruksi Lewat Pelatihan SIBIMA

JAKARTA - Sistem Informasi Belajar Intensif Mandiri Bidang Konstruksi Siap Gapai Pekerjaan (SIBIMA KONSTRUKSI SIGAP) adalah sistem pelatihan jarak jauh/distance learning keahlian bidang konstruksi yang merupakan inovasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Bina Konstruksi.

Saat ini SIBIMA tengah mengikuti tahapan penilaian untuk masuk ke dalam TOP 45 Inovasi Pelayanan Publik dalam Kompetensi Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik (SINOVIK) Kategori Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja Tahun 2019 yang diselenggarakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PANRB).

“Melalui SIBIMA kita ingin memperbanyak dan meningkatkan kapasitas tenaga kerja konstruksi dengan memangkas kendala jarak khususnya bagi tenaga kerja yang berada di remote area sehingga sulit untuk melakukan pembelajaran langsung di ruangan. Nah, melalui SIBIMA ini memudahkan untuk mereka,” ujar Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin di Jakarta, Kamis (4/7/2019).

Sumber  : https://ekbis.sindonews.com/read/1417482/34/dongkrak-kapasitas-tenaga-kerja-konstruksi-lewat-pelatihan-sibima-1562252998

Admin

05 July 2019

Teknologi

Infrastruktur 4.0 : Tantangan Balitbang di Era Disrupsi

Balitbang merupakan gudang inovasi yang dimiliki oleh Kementerian PUPR. Peran Balitbang untuk take a lead terutama dalam hal beradaptasi di era Revolusi Industri 4.0 sangatlah strategis. Dalam kaitannya dengan tujuan tersebut, Puslitbang KPT menghelat acara pembahasan Positioning Balitbang dalam PUPR 4.0 di Bandung pada Rabu (15/5).

Acara tersebut dibuka oleh Sekretaris Badan Litbang mewakili Kepala Badan Litbang PUPR Herry Vaza. Herry menyatakan bahwa Bapak Menteri PUPR menegaskan pentingnya memenangkan kompetisi global. Untuk itu, kebijakan pengembangan konstruksi nasional harus diarahkan untuk menjadi lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik. Salah satu prinsip dasar yang harus dilakukan adalah dengan menerapkan Building Information Modeling (BIM) atau teknologi konstruksi yang berbasis industri 4.0.
“Sekarang yang menjadi pertanyaan besar, seberapa jauh kita (Balitbang) sebagai organisasi yang diharapkan take a lead dalam hal inovasi, dapat mengambil peran dalam proses adaptasi 4.0 di Kementerian kita ini. Saat ini Balitbang mulai banyak diisi dengan pegawai-pegawai baru yang dikategorikan “millenials”. Artinya apa? Mereka menempati kelas demografi yang memiliki karakteristik: full of ideas, update dengan perkembangan teknologi dan informasi, serta selalu ingin mencoba sesuatu yang baru.” ujar Herry.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa “dengan tagline Balitbang 4.0 ini, saya berharap kita berkomitmen untuk mengembangkan kapasitas para pegawai Balitbang dengan sentuhan teknologi dan kompetensi baru. Tinggalkan gaya manajemen dan pola pengembangan SDM yang business as usual”.

Selain dari internal Balitbang PUPR, acara ini juga dihadiri oleh rekan-rekan dari PT Waskita Karya yaitu Hadjar Seti Adji, selaku Direktur Human Capital Management, serta Kharis Alfi sebagai BIM Manager.
Dalam paparannya, Hadjar mengungkapkan bahwa inovasi selalu hadir dalam kehidupan manusia. “Inovasi bisa dibagi menjadi 2 (dua), yakni sustaining innovation dan disruptive innovation. Sustaining berarti inovasi yang dilakukan merupakan perbaikan (terus-menerus) terhadap apa yang sudah dihasilkan. Contohnya adalah megapixel pada kamera yang semakin baik, namun tidak membuat megapixel yang lebih kecil menjadi tidak berguna. Sedangkan disruptive innovation memiliki makna bahwa inovasi yang ada akan mematikan sistem yang telah eksis sekarang ini,” kata Hadjar.
“Setiap sektor dalam kehidupan ini memiliki peluang untuk tergerus oleh disrupsi. Sebagai contoh, sektor transportasi taksi yang kini tergerus dengan transportasi online, shopping mall yang kini mulai tergantikan dengan situs belanja online, bisnis pemesanan hotel online seperti Airbnb, ataupun fasilitas pinjaman uang Fintech yang semakin lama akan mampu menghilangkan keinginan orang untuk meminjam uang ke perbankan.”
“Pertanyaannya sekarang, apakah yang menjadi disruptive innovation di sektor konstruksi? Setelah melakukan riset secara menyeluruh, sesungguhnya ada banyak inovasi di sektor konstruksi yang merupakan barang baru. Sebagai contoh adalah BIM, Virtual Reality, Augmented Reality, dan lain-lain. Namun sesungguhnya hal tersebut merupakan sebuah dukungan yang sangat positif dan membantu kinerja para insinyur dalam menyelesaikan sebuah proyek. Satu yang mungkin bisa dikategorikan disrupsi adalah 3D Printing yang dianggap mengancam keberadaan tenaga kerja. Namun hal ini pun sebenarnya tidak bisa dianggap sebagai gangguan, namun sebaiknya disikapi sebagai sebuah dorongan bagi tenaga kerja untuk mau meningkatkan kapasitas mereka sehingga menjadi tenaga kerja yang bias beradaptasi dengan kemajuan teknologi,” tandas Hadjar.
“Khusus untuk BIM, menurut saya perkembangannya sangat luar biasa. Harus diakui, BIM memberikan kemudahan dan ketepatan dalam menjalankan pekerjaan. BIM yang sudah sampai 7D dapat mencakup data mengenai biaya, scheduling, quantity, efisiensi energi, hingga pola pengelolaan operasi dan pemeliharaan sebuah proyek infrastruktur. Bisa dibayangkan ketika suatu saat nanti kekuatan data BIM dikolaborasikan dengan 3D Printing tentu akan semakin mengangkat daya saing konstruksi kita secara nasional,” terang Hadjar.

Sekarang merupakan momentum penting bagi Balitbang untuk mendorong hadirnya regulasi terkait infrastruktur 4.0. Namun selain itu, penting juga untuk menggerakkan ekosistem yang kuat. Regulasi yang didukung dengan perkembangan ekosistem akan memungkinkan era 4.0 hadir di sektor konstruksi.
Isu lain yang juga berkembang adalah terkait Society 5.0. Mindset yang perlu ditanamkan kepada kita semua adalah, bagaimana, sebagai analogi, membuat 50 orang tenaga kerja mengerjakan 100 item pekerjaan dengan memanfaatkan teknologi yang ada. “Pekerjaan rumah berikutnya adalah memberikan pemahaman kepada SDM agar mampu mengekstrak banyaknya informasi yang tersedia. Bila perilaku manusianya telah sanggup melaksanakan itu, maka filtering informasi menjadi kunci dalam rangka pemanfaatan data,” jelas Kharis.
Acara ditutup dengan wrap-up dari Kepala Bidang Kajian Kebijakan dan Kerja Sama Puslitbang KPT, FX Hermawan Kusumartono yang menyatakan bahwa dari diskusi ini dapat disimpulkan bahwa fase adopsi merupakan fase terpenting dalam beradaptasi di era ini; change paradigm menjadi kunci. Hal itu diakui tidak mudah, bila perlu bisa disertai dengan regulasi yang mewajibkan penerapan teknologi digital (mandatory) agar kita mau melaksanakannya.

Di pengujung diskusi, beberapa saran disampaikan agar Balitbang dapat menjadi leader terkait upaya Kementerian PUPR dalam mengadopsi semangat infrastruktur 4.0 ini :
Pertama, dukungan top management dan hadirnya top-down policy sangat penting karena sosok pemimpin diharapkan mampu menurunkan nilai-nilai kepada bawahannya. Kedua, fase adopsi diikuti dengan menyusun Tim, dan mengisi Tim tersebut dengan orang-orang terbaik yang memiliki interest terkait infrastruktur 4.0. Ketiga, merangkul akademisi, kontraktor, dan organisasi profesi terkait seperti Institut BIM Indonesia (IBIMI), BUMN, serta kampus-kampus agar mau berjalan seirama dan mennjadi “tambahan kekuatan” bagi Kementerian PUPR. Dan yang terakhir, adalah meningkatkan kapasitas dan wawasan SDM dengan cara magang atau on the job training karena pelatihan terbaik adalah dengan melakukan sendiri (learning by doing). (gal)

Sumber  : https://www.pu.go.id/berita/view/16987/infrastruktur-4-0-tantangan-balitbang-di-era-disrupsi

Admin

16 May 2019

Teknologi

Pacu Jasa Konstruksi Lewat Teknologi, Menteri PUPR: Bukan Ikut Tren

JAKARTA - Era industri 4.0 ditandai dengan perkembangan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik termasuk di bidang jasa konstruksi. Namun Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengingatkan, pemanfaatan teknologi baru berdampak terhadap nilai tambah bukan hanya ikut-ikutan.

 
“Pemanfaatan teknologi harus memberikan nilai tambah bagi pelaksanaan pembangunan infrastruktur, bukan sekedar ikut-ikutan atau mengikuti tren sesaat. Industri 4.0 hanya instrumen, justru dibelakangnya harus ada Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam acara Indonesia Construction Conference on Construction 4.0 (Inacons): The Wake-Up Call In Construction Industry yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan.

Sambung dia menerangkan, untuk memenangkan kompetisi global, kebijakan di sektor konstruksi nasional harus diarahkan untuk menjadi lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik. Salah satu prinsip dasar yang harus dilakukan adalah dengan menerapkan Building Information Modeling (BIM) atau teknologi konstruksi yang berbasis industri 4.0. BIM merupakan sebuah metode baru untuk konstruksi infrastruktur yang mengintegrasikan model virtual beserta data atau informasi teknisnya.

Sumber : https://ekbis.sindonews.com/read/1400503/34/pacu-jasa-konstruksi-lewat-teknologi-menteri-pupr-bukan-ikut-tren-1556701978

Admin

01 May 2019

Kontraktor

Begini Cara Pekerja Konstruksi Bisa Dapat Sertifikat

Jakarta - Undang-undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mewajibkan setiap tenaga kerja konstruksi memiliki sertifikat kompetensi kerja. Para pengguna jasa dan atau penyedia jasa juga wajib mempekerjakan tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi kerja.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri mendorong adanya percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi. Pasalnya, dari 7 juta tenaga kerja konstruksi Indonesia, baru sekitar 6% yang bersertifikat. Para pekerja konstruksi yang dimaksud terdiri dari tenaga terampil (tukang, mandor, pelaksana, drafter, surveyor, operator), tenaga pengawas, tenaga ahli bidang K3, administrasi kontrak, manajemen proyek, dan manajemen konstruksi.

"Tadi saya tanya, berapa tenaga kerja konstruksi di Indonesia, ada 7 juta. Dari 7 juta, baru 6% yang pegang sertifikat. Oleh karena itu, sangat beruntung sekali kalau sudah pegang sertifikat tenaga kerja konstruksi di Indonesia," kata Jokowi di GBK, Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Untuk menambah jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat, Kementerian PUPR sendiri memiliki program percepatan sertifikasi dengan mengembangkan beberapa metode. Untuk tenaga kerja tingkat ahli, akan menggunakan metode distance learning atau belajar jarak jauh berbasis teknologi informasi.

Tenaga kerja yang akan melakukan uji dapat mengakses melalui https://sibima.pu.go.id. Sedangkan untuk tenaga terampil dapat menggunakan metode pengamatan Iangsung di lapangan (on site project), pelatihan mandiri dan menggunakan fasilitas mobile trainning unit (MTU).

Pada metode on site project, tenaga kerja akan disertifikasi langsung di Iokasi kerjanya. Lamanya sekitar dua hari. Sebelumnya, pekerja akan dilatih dulu, untuk kemudian diuji oleh mandor kerjanya. Sebelum melakukan uji, mandor juga harus mendapatkan sertifikasi kompetensi dan instruktur mandiri.

Sedangkan mobile training unit adalah sebuah kendaraan yang dilengkapi dengan bahan bahan uji (alat tukang, plumbing, eIektrikal, kayu) dan dapat dimobilisasi hingga ke pelosok wilayah Indonesia.

Selain itu Kementerian PUPR juga bekerjasama dengan lembaga pendidikan melalui program link and match. Melalui program ini para siswa mendapat materi melalui kurikulum yang sudah berbasis industri. Tujuannya adalah siswa saat lulus, akan mendapatkan dua ijazah, yakni ijazah akademis dan sertifikat kompetensi.

Sedangkan pada tingkatan perguruan tingi, saat ini tengah dalam pembahasan penyusunan pedoman link and match dan penyesuaian kurikulum terkait. Diharapkan. melalui program ini, backlog tenaga kerja tersertifikasi dapat diminimalisir dan tersedia sesuai dengan kebutuhan industri serta siap kerja.

Adapun tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat akan mendapatkan manfaat lebih dibanding yang tidak, di antaranya jaminan kejelasan besaran imbalan/gaji sesuai dengan standar yang ditetapkan Pemerintah. Jaminan kesehatan/asuransi dan memberikan perlindungan hukum pada profesi.

Peran tenaga kerja konstruksi sendiri sangat penting dalam mendukung program prioritas nasional untuk membangun infrastruktur yang tepat waktu dan berkuaIitas guna mendorong daya saing dan pemerataan hasil hasil pembangunan.

Sektor konstruksi di Indonesia sendiri diperkirakan bernilai Rp 446 triliun atau menyumbang sekitar 14.3% dari PDB Indonesia. Setidaknya dari setiap Rp 1 Triliun pembangunan infrastruktur dibutuhkan 1 14.000 tenaga kerja. Sementara jumlah tenaga kerja yang tersertifikasi hingga saat ini baru sekitar 702.279 orang, dari total sebanyak 7.7juta tenaga kerja konstruksi. (eds/dna)

Sumber : https://finance.detik.com/infrastruktur/d-3690858/begini-cara-pekerja-konstruksi-bisa-dapat-sertifikat

Admin

19 October 2017

Proyek

Tukang Batu Harus Bersertifikat Kompetensi

Tukang Batu Harus Bersertifikat Kompetensi Ini informasi yang harus diperhatikan para pekerja konstruksi. Sesuai UU No. 2 Tahun 2017 tentang Konstruksi mengamanatkan setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang jasa konstruksi wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja.

Selanjutnya, setiap pengguna jasa dan/atau penyedia jasa wajib mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat kompetensi kerja.”Ini jelas tercantum di Pasal 70 ayat (1) dan (2). UU No. 2 Tahun 2017 menggantikan UU No. 18 Tahun 1999. Tukang batu, kayu atau tukang besi harus punya sertifikat kompetensi,” ujar Kepala Balai PIPBPJK Dinas PUP dan ESDM DIY Rosdiana Puji Lestari.

Terkait dengan itu, kata Rosdiana, Pemda DIY menyadari betapa pentingnya penyelenggaraan jasa konstruksi. Terutama dari sisi sumber daya manusia (SDM).Karena itu, melalui Dinas PUP dan ESDM DIY telah mengadakan sosialisasi lewat Pusat Informasi Pengembangan Pemukiman dan Bangunan (PIP2B) DIY.

Lembaga itu menjadi wadah penyebaran berbagai informasi yang dilakukan Balai Pengujian Informasi Permukiman dan Bangunan Dan Pengembangan Jasa Konstruksi (Balai PIPBPJK) Dinas PUP dan ESDM DIY.Sosialisasi itu melibatkan berbagai pemangku kepentingan di lingkungan Pemda DIY, pemerintah kabupaten dan kota se-DIY dan lainnya seperti Persatuan Paguyuban Tukang Konstruksi Indonesia (PPTKI) yang ada di DIY.Rosdiana dalam acara itu menyajikan materi seputar kebijakan percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi.

Narasumber lainnya adalah Wakil Ketua I Bidang Sertifikasi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi DIY Bambang Widhyo Sadmo. Dia berbicara soal mekanisme proses sertifikasi tenaga kerja konstruksi dan dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) diwakili Fitri Hadiprabowo dengan makalah soal sertifikasi keterampilan on job training (OJT).Lewat forum itu dapat menyebarluaskan materi terkait upaya percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi. Dengan demikian, masyarakat dapat memahami dan mengubah pola pikir dalam memandang sertifikat kompetensi.

“Ada kecenderungan sertifikat kompetensi kerja untuk tenaga kerja konstruksi masih dipandang sebelah mata,” katanya.Ke depan, diharapkan jumlah tenaga kerja konstruksi yang memiliki keahlian, keterampilan dan bersertifikat semakin meningkat. Di DIY, tukang yang telah bersertifikat ada sekitar 4.000 orang. “Mereka berasal dari berbagai latar belakang pendidikan. Tapi mereka memiliki keterampilan yang telah teruji,” lanjut dia. (kus/ong)

Sumber :https://radarjogja.jawapos.com/2017/09/26/tukang-batu-harus-bersertifikat-kompetensi/

Admin

26 September 2017

Daerah

MUSYAWARAH DAERAH GABPEKNAS PROVINSI GORONTALO

Gorontalo, DPD GABPEKNAS Provinsi Gorontalo menyelenggarakan Musyawarah Daerah pada hari Selasa, 4 April 2017. Pada penyelenggaraan MUSDA GABPEKNAS Provinsi Gorontalo merupakan agenda rutin yang harus dilaksanakan secara berkala oleh DPD GABPEKNAS Provinsi Gorontalo, melalui kegiatan ini diharapkan dapat merangkum berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat jasa konstruksi pada umumnya dan juga sebagai sarana komunikasi diantara anggota terkait dengan isu-isu strategis yang berkembang terutama yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bersama-sama dalam menyusun program-program kerja yang akan dilaksanakan oleh pengurus baru yang akan dipilih dalam MUSDA tersebut.

Ketua Umum DPP GABPEKNAS TB. Pangaribuan dalam MUSDA DPD GABPEKNAS Provinsi Gorontalo menyampaikan bahwa GABPEKNAS harus mengambil peran yang lebih dalam mengembangkan kuantitas dan kualitas Pelaku Jasa Konstruksi, TB. Pangaribuan menyambut baik tema yang diusung dalam MUSDA kali ini karena sangat relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi oleh sektor jasa konstruksi nasional saat ini. GABPEKNAS sampai dengan saat ini merupakan asosiasi yang sangat memberikan perhatian terkait dengan permasalahan jasa konstruksi. Untuk itu TB. Pangaribuan berpesan kepada Pengurus DPD GABPEKNAS Provinsi Gorontalo yang terpilih untuk senantiasa memberikan layanan yang optimal terhadap pelaku jasa konstruksi dalam proses sertifikasi. Pelayanan yang cepat, mudah dan dengan biaya yang terjangkau diharapkan senantiasa menjadi semangat dalam memberikan pelayanan terhadap anggota.

Dijelaskannya, sinergi dengan seluruh pengurus akan dilakukan lebih intensif. Termasuk bekerjasama membangun komunikasi dengan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Sehingga apapun kegiatan yang dijalankan kedepan diharapkannya mendapatkan dukungan. “Intinya bersinergi dengan pengurus dan juga pemerintah, GABPEKNAS siap bekerjasama. Jadi inilah Langkah pertama yang kita jalankan, bagaimana bersinergi dengan pemerintah baik bidang pembangunan dan infrastruktur,” ungkapnya.

“Ada persoalan, dimana pembangunan ini jasa konstruksi banyak perubahan dari yang lama ke yang baru, perubahan melihat pangsa pasar bertambah minat, sehingga kita harus bersaing dengan produk luar negeri dan pengusaha luar. Inilah yang harus kita perkuat agar kita bisa masuk di dalamnya,” terangnya dalam acara MUSDA.

Admin

07 April 2017